Minggu, 25 Juni 2017

PANGGILAN

bermil jarak kutempuh
berliter keringat kutumpah
beribu ayunan kaki kulangkah

datang memenuhi panggilanmu
yang semula kukira panggilan tuhan
kini kumengerti hanyalah panggilan tuan

salahku yang tak mungkin kumaafkan
sebab kebodohanku meyakini tuan sebagai wakil tuhan
memahamkan diri tentang wajah tuhan ada pada tuan
ternyata tuan menista wajah tuhan

Makassar, 2017.

MUARA

harihari ini, meluapluap
harihari kini, terbiritbirit
harihari dini, terburuburu

luapan katakata
belum juga surut
biritan tuturtutur
tak jua reda
buruan uritaurita
tidak pula nyata

sungai tak sanggup lagi
menampung luapan, banjirlah
bengawan nirdaya
melapang biritan, bahlah
kali tiada sudi
merela buruan, kayaulah

sungai, bengawan, kali
banjir, bah, kayau
sungai kebanjiran kata
bengawan kebahan tutur
kali kekayauan urita

hanyalah muara harapan terakhir
pada lautan semua berakhir

tapi jangan menari di permukaan gelombang laut
menyelamlah pada kedalaman samudera

permukaan selalu menawarkan riak
kedalaman menyajikan hening

Makassar, 2017

TERUNGKU

bila saja dirimu sudah tiba
pada ketetapan putusan
terhukumlah dirimu
maka bukan soal benar salah yang terpenting

menjalaninya jauh lebih penting
bincang benar salah batasnya ada di jeruji terungku
di balik jeruji dirimu bisa lebih merdeka
sebab dirimu hanya berurusan dengan dirimu

pada kala demikianlah
aku ingin menandangi dirimu
entah dengan cara apa saja
setidaknya,  akan kubawakan pena dan kertas

torehkanlah segala kisah dirimu
tentang dirimu yang sejati-jatinya
soal dirimu yang sesari-sarinya
buat pelajaran bagiku yang di luar jeruji terungku

dirimu diterungku namun merdeka untuk menuliskan segalanya
diriku dimerdekakan tapi terterungku buat menuliskan sekotahnya
terterungku bisa mewujud arena baru menjajal kebebasan
terbebas boleh menjadi lahan memborgol terungkuan

Makassar, 2017.

ES

daku keliru sekeliru-kelirunya
telah mendapukmu sebagai kaum yang keras bagai batu
ternyata hanya serupa air dingin yang beku
es batu kata orang kampung

berkaum bak es batu
dikau menggempur musuh-musuhmu
sunyata cuma butuh udara terbuka agar mencair
meleleh kata orang kota

jikalau jatidirimu masih sebatas es batu
usahlah bertingkah seperti kerasnya batu
manakala saridirimu sebatas air beku
taklah perlu menabalkan diri selaku padatnya batu

air yang beku karena dingin yang memadatkannya
tetaplah air namanya
hakikatnya mencair-meleleh
mengalir ke posisi yang lebih rendah serendahnya tempat

musuh-musuhmu cukup buat kolam
merendahkanmu, menampungmu menjadi comberan
agar bau busukmu menyeruak ke berbagai penjuru mata angin
dan menjadi genangan buat beternak nyamuk

Minggu, 18 Juni 2017

Lailatulqadr

pernahkah dikau menyaksikan, cinta seorang perempuan bersahaja, yang ditubuhkan pada lelaki sederhana?
cintanya tiada berhingga 
apatah lagi bertepi.
melewati langit ketujuh
melampau luasnya samudra
itulah cintanya laila pada kadir
kala malam lailatulqadr
hanya perempuan yang berlaila dan lelaki berqadr
yang mewujudkan kesempurnaan percintaan
cintanya dan percintaannya
mewujudkan manifestasi ilahiah dalam keperempuanan dan kelelakian
kelembutan dan keperkasaan
kecantikan dan ketampanan
semulanya dipisahkan
kini disatukan
adakah yang melebihi, tatkala manifestasi ilahiah
mewujud dalam kebersatuan?
dia perempuan yang melelaki
dia lelaki yang memperempuan
perempuan dan lelaki tak ada lagi
pun laila dan kadir tiada jua
hanya lailatulqadr