Rabu, 30 September 2015

SIKLUS





agustus membara
september ikut meradang
panas leluasa menari
basah tak kunjung jua

nopember membakar
pohonpohon bersamuh
mencari cara melepas daunnya
yang kerontang lebih cepat dari biasanya

berisiklah dedaunan
mengalahlah para daun tua
untuk jatuh lebih dulu
biar daun muda tetap bertahan

jatuhnya daun tua bak lambain tangan
sebentuk tetesan airmata
melompat dari kelopaknya

pertiwi menyiapkan tikarnya
menyambut daun tua
yang menunaikan takdirnya

dalam sunyi sepi senyap
berbisiklah pertiwi pada daun tua:
“aku akan mengembalikanmu
ke pohon yang dikau tinggalkan
serupa kuncup muda hijau berkilau”

Minggu, 27 September 2015

MINA


Mina ... oh Mina
tragedi Mina

musim haji terhina
saling menghina

teringat pondok Madina
di sana nenekku: Haja Mina

Jumat, 25 September 2015

BERKORBAN


Euforia berkorban membahana jagat, dunia nyata dan maya mengaminkannya. Lalu apa yang layak ditimba dari sumur pengalaman berkorban? Tanya seorang sahabat kepada sahaya. Pun, tanpa disila, Guru Han langsung menerobos dengan sejumput sabda: " Berkurban muaranya pada berbagi. Jika ingin berbagi, maka cungkil dulu hulunya, pengorbanan. Alas dari berbagi adalah pengorbanan, tiada berbagi tanpa pengorbanan. Usah membayangkan mampu berbagi manakala tak ada pengorbanan di dalamnya. Kalau ada rencana untuk berbagi, apa saja bentuknya, berkorbanlah terlebih dahulu. Sebab, tidak sedikit di antara kita, selalu menabalkan dirinya sebagai pembagi tapi tidak mau berkurang. Jadi, sebelum berbagi, banyaklah berkurang sebagai prolog dari berkorban."

Kamis, 24 September 2015

DAGING



Usai shalat Idhul Adha, berlanjut saling jabat tangan antar warga, memaafkan sesama. Dan setelahnya, sahaya ikut menyemut dalam acara penyembelihan hewan kurban, beberapa ekor sapi hasil urungan warga. Sapi-sapi itu saling menatap, seolah bicara satu sama lain, sebentar lagi kita akan mempersembahkan yang terbaik buat yang memilih kita sebagai perwujudan cintanya pada Ilahi. Melihat gelagat itu, Guru Han seolah melanjutkan khutbah khatib di mesjid: " Manusia memilih hewan kurban untuk menunjukkan abdinya pada penciptaNya, dan hewan kurban merelakan dirinya dipilih dan terpilih selaku titian pengabdian. Persembahan terbaik dari hewan kurban, ketika dagingnya terbagi berbarengan bahagia kepada sesama dan spiritnya sebagai penghubung ke Yang Maha Mutlak. Sedianya kita selaku manusia meniru hewan kurban, yang rela membagikan dirinya, daging terbaiknya dan yang tak layak disimpan saja sebagai sampah. Selaku metafor bagi manusia, bagikanlah dagingmu, nilai guna terbaikmu buat sesama. Seluruh daging yang membungkus tulang belulangmu, bagikanlah."

Senin, 21 September 2015

KEPENTINGAN


Pada selapak beranda di rumah maya, berkerumunlah sekelompok insan dengan ragam pikiran, persamuhan digelar untuk menyodorkan acara melepas rindu. Riuh rendah kebrisikan celoteh, bak sekawanan burung berebut ranting di sepohon harapan. Seorang sosok berlaku seperti ratu, didapuk selaku dirigen untuk mengorkestra suara yang ricuh menjadi paduan suara. Namun, sang dirigen lebih banyak mengeluhkan dirinya, yang sudah berlaksa tenaga dan pikiran demi kejayaan acara dan masih saja dianggap punya kepentingan tertentu, sejenis hidden agenda. Sahaya menguping kegaduhan, Guru Han turut menyimak, di daun telinga terlontarlah sabdanya: " Tidaklah perlu ngotot untuk menabalkan diri tak punya kepentingan akan suatu perhelatan. Semakin menegaskan diri sebagai tak punya agenda khusus, semakin menunjukkan bahwa memang ada rencana terselubung, paling tidak ingin dikenal sebagai orang yang bebas kepentingan. Sebaiknya, tunggulah acara usai dan semua akan terkuak, betulkah tak berkepentingan?"

Minggu, 20 September 2015

AirMataDarah

AirMataDarah

OLEH: M. Rajab

JELANG akhir pekan, saya janjian ketemu dengan seorang sahabat lama. Sebab, kesibukan masing-masing lama nian tidak berjumpa. Akhirnya disepakati untuk ketemu di kantor saya di sela-sela waktu dalam menjalankan rutinitas. Seperti biasanya, kopi dan sesekali kepulan asap rokok menyertai perjumpaan itu. Sahabat ini dalam kesehariannya senantiasa bergelut dengan buku-buku, baik sebagai penulis, pembaca, maupun sebagai penerbit. Sehingga, sebelumnya, saya sudah pesan untuk membawakan buku yang seyogyanya saya harus baca.
Sesaat sebelum jumatan kami bertemu. Dia menyedorkan buku kumpulan puisi: Air Mata Darah. Ditulis oleh seorang yang banyak kami jadikan sebagai referensi dalam pandangan dan pendapat. Buku yang berisi sehimpunan puisi yang ditulis oleh beliau rentang waktu tiga tahunan. Saya membolak balik bukunya, dan langsung membaca dan menghayati puisi: air mata darah. Sebagaimana judul buku itu.
Fikiran saya menangkap kata kunci dalam puisi ini: air mata, padang, pedang dan darah. Kata-kata ini mengarahkan kita pada perang-pedang di sebuah padang. Saking tragisnya peristiwa ini, sehingga digambarkan air matanya adalah air mata darah. Kesedihannya, adalah kesedihan yang paling dalam. Mungkin pada peristiwa itu, terjadi penganiayaan, terjadi pembunuhan yang tidak manusiawi, terjadi pembantaian, kebenaran dimatikan, sehingga Sang Penyair merasakan duka nestapa yang begitu dalam.
Seperti lazimnya, air mata identik dengan kesedihan, duka, nestapa, terharu atau juga terkadang kebahagiaan yang bisa mengalirkan air mata. Keadaan itu, menjadi efek dari suasana kebatinan seseorang. Kalau dirunut pada bait syair ini, menjelaskan bahwa air mata dalam puisi ini lebih karena kesedihan. Sebagaimana pada puisi berikut ini :
Airmataku airmatamu airmatakita
Dan darah mereka
Tertampung di danau kesedihan
Taklah pernah cukup
Membasahi padang itu
Walakin sang padang
Dengan lakon kibasan pedang
Akan bersaksi kelak
Airmata dari berbagai penjuru
Taklah lelah mengalir
Mencari darah selaku kembarannya
Padang tangisan airmata
Pedang cucuran darah
Airmatadarah
(sulhan yusuf)
Air mata itu adalah ekspresi kesedihan. Pada kehidupan kita, ketika kehilangan sesuatu yang kita cintai, atau kehilangan sesuatu yang begitu bermakna, maka manusiawi jika perasaan sedih itu muncul. Sebagaimana ketika ditinggal pergi orang tua, saudara, anak, sahabat atau tokoh yang diidolakan. Karena kecintaan kita, maka kehilangan mereka adalah kesedihan bagi kita.
Padang yang menjadi tempat peristiwa ini, kelak di kemudian hari akan menjadi saksi di hadapanNya. Semuanya terekam dengan jelas tanpa cacat, akan perlakuan, kekejaman dan penganiayaan yang dialaminya. Padang itu begitu sangat luas, sehingga darah mereka yang mengalir, darah korban pembela kebenaran, tak akan sanggup membasahi padang itu.
Peristiwa itu mengundang rasa simpati dan empati dari banyak pembela kebenaran, sehingga ketika peristiwanya dibacakan atau bahkan diperingati, air mata akan mengalir karenanya. Banyak manusia dari berbagai penjuru dan belahan bumi, merasakan duka dan sedih. Bahkan, diantara mereka ada yang bersedia menjadi pembela untuk mengorban jiwa dan raganya demi untuk membela pejuang kebenaran.
Padang ini adalah padang kedukaan, padang ini adalah padang bencana. Duka dan bencana terjadi tepat di atasnya yang kemudian hari padang ini akan menjadi saksi dengan peristiwa ini.
Pedang telah mengalirkan darah suci. Pedang telah merenggut nyawa pembawa kebenaran, airmata darah adalah kesedihan yang paling dalam.
Tiba-tiba dari balik jendela ruangan, terdengar suara azan jumatan memanggil. Saya dan kawan segera beranjak dari duduk lalu menunaikan kewajiban pada Dia Yang Maha Suci.
Makassar, 15 Maret 2015

Sabtu, 19 September 2015

PIKIRAN


Berminggu ria, bersih-bersih halaman depan-belakang, menatanya sebisa mungkin. Memangkas pohon jeruk nipis yang daunnya gonrong tak karuan. Pohon-pohon pepaya di halaman belakang, tumbuh berkejaran seolah ingin menunjukkan citranya pada sahaya, mana yang paling tinggi di antara kami. Guru Han ikut menyemangati, lalu masuk ke ruang baca guna menata, memindahkan berinci debu yang sudah dua pekan menghidu sepetak surga itu. Sambil menatap buku yang beragam tema, baik selaras maupun yang saling kontradiksi. Dan, samar sepoi bergumam: " Sesungguhnya buku-buku ini amat berisik, isinya boleh berbeda apalagi bersepakat. Namun satu hal yang diperpegangi, tetap adem hidup bersama, tanpa harus melompat keluar dari rak masing-masing. Kalau saja, rak buku itu bak kepala kita, yang isinya begitu beragam pikiran meniru prilaku buku, maka betapa damainya, sekalgus mencerahkan yang memiliki kepala."

Jumat, 18 September 2015

JIDAT



aku berdepan cermin
ada bundaran hitam
di jidatku

aku pikir
ini buah zikir
sembah yang terukir

lamatlamat terkuak
aku keseringan sujud
di karpet berdebu nan keras

Selasa, 15 September 2015

JELATA


jelata meronta
sita harta

jelata melata
minta tahta

SELANCAR


Berkumpul bersama dengan para sahabat, kawan sepermainan adalah kebahagiaan tersendiri. Agar kebahagiaan itu makin menukik, maka dirancanglah sebuah persamuhan untuk mengarsiteki perhelatan itu. Sahaya ikut bersuntuk dalam perencanaan dan Guru Han turut serta. Pada moment itulah, sabda terlontar: " Bagi yang merancang sebuah acara yang berniat membahagiakan sesama, seharusnya yang mengurus adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya. Sebab, sulitlah untuk berbahagia bersama manakala baru saja merancang sudah tidak membahagiakan. Proses untuk menuju kebahagiaan penting dijalani, biar diri-diri yang menceburkan diri tidak tenggelam dalam larutan kekalutan diri. Berenanglah di atas masalah, jadikanlah selaku papan selancar biar memperlancar jalan kebahagiaan."

Sabtu, 05 September 2015

ADA


jangan ajari orang buta
menikmati cantiknya bunga matahari
sebab matabolanya cuma merasakan terik

coba ajak orang buta
meresapi indahnya suara musik
karena matahatinya menghujam teduh

bagi kisanak yang diterungku ketersesatan
mencari keterangan jalan keluarnya
membakar diri dalam keterangan
itulah jalan cahaya

kisanak tak layak berkukuh pada ketiadaan
hanya lantaran belum bertemu keadaan
merangkak menyongsong yang ada
adalah keadaan mengada padanya

Kamis, 03 September 2015

HAJI


Jumat pagi yang mubarak, berdepan-depan dengan seorang tetangga, pada balai-balai reot sahaya, bersuluk-suluk dalam bincang rencananya naik haji tahun ini. Persiapan pemberangkatan sudah lengkap, paripurna. Dalam larutnya persamuhan pagi, Guru Han ikut bertutur: " Ibadah haji adalah panggilan Ilahi, yang menetapkan surat mandat untuk yang dikehendakinya. Manakala surat panggilan-Nya sudah di tangan, maka hajikanlah diri terlebih dahulu sebelum berangkat ke tanah suci, sejenis yudisium akan keabsahan dan kelayakan berhaji, sebab di tanah suci itu ibarat wisuda seseorang untuk disematkan gelar haji. Tidak sedikit yang telah bergelar haji, namun tidak pernah diyudisim hajinya."