Kamis, 31 Desember 2015

2016


di pucuk dini

terompetku melemah bahananya
merconku nirsuara
petasanku tak menyalak
kembang apiku ditelan pagi


yang tersisa
serakan sampah
kuwariskan buat awal tahun

RANGKAP-RANGKAK


Dari jauh kelihatan nampak sumringah kawan sahaya. Pasalnya, baru saja didapuk untuk mengemban amanah pada sebuah lembaga. Ini berarti, jabatan kesekian yang didudukinya. Tepatnya, rangkap jabatan di berbagai instansi dan institusi sosial. Bonus awal tahun yang menggiurkan, tukasnya. Guru Han yang alpa dari persamuhan kali ini, melayangkan pesan pendek, serupa SMS: “ Kabarkanlah pada kawan kita itu, bilang padanya, tak usahlah beriang karena merangkap berbagai jabatan, sebab bisa saja ia merangkak di selasar perjilatan kuasa untuk jabatan. Maka bakal merangkaklah ia kala menunaikan jabatan.”

Selasa, 29 Desember 2015

PEKA


Tersungut-sungutlah seorang karib menyambangi mukim sahaya. Ungkapan-ungkapannya satir menyedihkan, sekaligus menyusahkan. Soalnya, tahun ini sudah di penghujung waktu, sementara permasalahannya masih setia mensebadaninya. Guru Han menyela perbincangan, sebongkah tutur berasah melantun: " Pahamilah masalah itu sebagai cara untuk mengaktifkan potensi kepekaan. Bagi orang yang bermasalah, kediriannya amat peka terhadap lingkungan, seolah semua mata tertuju padanya sebagai terdakwa. Apatah lagi, kalau masalah itu sudah menggiring ke tubir putus asa, rasanya selalu merasa tersudut. Demikianlah Maha Pemberi masalah mendidik seseorang, agar kelak, manakala dikau terbebas masalah, maka kepekaanmu melihat masalah orang lain lebih bening. Orang belum mengutarakan masalahnya, dikau sudah meresapinya, merasakannya sebab telah punya pengalaman tentangnya."

Senin, 28 Desember 2015

PERHATIAN


Pada sepetak waktu yang telah direncanakan, terselenggaralah persamuhan sekolompok kaum, buat merancang masa depan komunitasnya. Sahaya terkejut, tatkala seorang anak kecil yang ikut orang tuanya, menjatuhkan sisa tumpukan kursi kosong. Kaget seisi ruangan, anak kecil itu kelihatannya ikut sok dan agak takut. Namun, seorang pembicara segera menyela, bahwa sang anak itu hanya ingin mencuri perhatian dari kerumunan orang dewasa. Guru Han tersipu menyaksikan adegan itu, lalu didedahkannya tutur: " Bila saja dalam sebuah pertemuan, dan ada seorang peserta terlalu ngotot, seolah pikirannya saja yang berharga, sekonyong pikiran itu berguna bagi orang banyak, perlulah kewaskitaan. Sebab, siapa tau dia hanya mencari perhatian, serupa dengan anak kecil yang mencuri perhatian itu."

Sabtu, 26 Desember 2015

LUPAKANLAH



Syahdan, saling curhat di penghujung tahun menghidu persamuhan dengan beberapa kisanak  Seorang sanak memuntahkan uneg-unegnya dengan penuh sesal. Betapa tidak, ia merasa telah menolong seseorang hingga tak terhitung bantuannya, namun saat terpuruk, menunggulah.giliran untuk dibantu agar bisa keluar dari kubangan masalah. Apa lacur, pelampung masalah tak kunjung dilemparkan. Sahaya larut dalam muntahan kesal itu, soalnya nasib yang sama juga berlaku pada sahaya. Guru Han hadir menyata, dengan enteng, tutur pun melancar: " Jikalau dikau memberikan bantuan, usahlah berharap untuk dibalas. Berlakulah semisal buang tinja, yang tak berniat sekalipun untuk mengambilnya kembali, apatah lagi diantarkan ke mukimmu. Lupakanlah, dengan begitu, dikau menjadi merdeka karena telah membuang sesuatu yang amat penting. Dan, justeru menjadi bencana tatkala dikau tidak melimpahkannya. Berbuat baik, selaiknya karena memang harus berbuat baik, bukan untuk motif yang tak berujung."

Kamis, 17 Desember 2015

SESAL



Pohon jeruk di sudut depan rumah amat rimbun dan buahnyapun makin bertubi. Sahaya menelisik daun dan buahnya, mata tertuju pada seekor ulat bulu warna hijau bergurat hitam. Selintas indah walau gatal kala tersentuh. Namun keisenganlah mencungkilnya dari ranting dan daun yang pupus karenanya. Terjatuhlah sang ulat ke selokan dan hanyut, pasti mati. Selang beberapa detik kemudian, Guru Han menerobos relung batin dan mengusik pikiran, tuturpun membelati: " Tahukah dikau bahwa sang ulat itu bakal bermetamorfosis mewujud kupu-kupu? Merayap di ranting dan memakan pucuk daun adalah prosesnya. Inilah masalahnya, dikau jijik pada ulat, namun mencintai dan takjub pada kupu-kupu. Menyesallah, karena telah memotong matarantai keindahan."

Senin, 14 Desember 2015

MITRA


Tahun 2015 sebentar lagi pamit, tahun berikutnya segera menggelinding. Sesosok kisanak mampir di semedi sahaya, bercuap-cuap tentang capaian-capaiannya di tahun ini. Namun ia tetap gundah, betapa tidak, ada sebongkah obsesi yang belum terwujud, bahkan didahului oleh kisanak lain. Cemburu dan kesallah ia, mengumpat dan mengumbar sumpah serapah dan berjanji menaklukkannya di masa depan. Guru Han yang sedari tadi hanya diam menyimak, tiba-tiba menggelontorkan ujar-ujar: " Orang yang selalu memandang orang lain yang berhasil sebagai bukan keberhasilannya, pastilah dianggap sebagai saingan yang saban waktu mengancam. Maka bawaannya bakal uring-uringan melulu. Selaiknya, keberhasilan orang lain dipandang sebagai keberhasilan setiap insan yang dititipkan padanya, sehingga orang lain selalu didudukkan sebagai mitra dalam kehidupan. Akan lebih indah hidup ini, bilamana keberhasilan diri termanifestasi pada keberhasilan sosok lain. Tidak mesti dalam permainan sepak bola, diri harus mencetak gol. Bukankah bola yang ditembakkan seorang kawan lalu menjadi gol membuahkan kemenangan bersama, keberhasilan kolektif? "

Jumat, 13 November 2015

SESAT-FITNAH


Seorang karib sahaya difitnah dan dituduh sesat dan menyesatkan. Pasalnya, dia dianggap telah menganut mahzab keagamaan yang sesat. Guru Han ikut miris akan pendapukan itu, maka ujar lirih pun ditabalkan: " Saat ini, fitnah begitu mudah disematkan, sesat amat lumrah dituduhkan, seolah telah menjadi industri keberagamaan. Agama dibajak untuk kepentingan dagang keyakinan mahzab. beritahulah para karib, bila memang dikau difitnah dan disesatkan, dan mereka mendapatkan keuntungan material maupun kelimpahan pahala, maka biarkanlah. Usahlah gundah gulana, sebab dikau telah berjasa baginya mempermudah jalur reski buat makannya, serta kelimpahan pahala. Menjadi sebab dari mudahnya reski dan limpahan pahala bagi seseorang, bukankah itu lebih tinggi nilainya? Karena tanpa stigma yang ditohokkan padamu mereka akan mati kelaparan dan tak punya pahala untuk melenggang ke surga (?)."

Kamis, 12 November 2015

KETERPURUKAN


Beribu detik lamanya sahaya tak bercuap-cuap, itu karena Guru Han lagi puasa tutur. Namun begitu puasa ujarnya selesai, maka moncerlah sabda, serintik hujan di awal musim: " Keterpurukan di masa silam, bagi seseorang yang mengalaminya, setidaknya ada respon psikis yang menyata. Keterpurukan dipandang sebagai trauma yang kemudian seseorang itu ingin menghapusnya dari jejak diri hingga tak berbekas lagi. Sebaliknya, seseorang memandang keterpurukan itu sebagai cermin diri untuk senantiasa menyandarkan kesadaran diri, bahwa yang demikian adalah salah satu tapak dari jalan kehidupan yang tak perlu dihilangkan, apatah lagi mengingkarinya.

Senin, 02 November 2015

Bersatunya Dua Sejoli Literasi

Hampir dua bulan lamanya saya tidak ke Bantaeng. Terhitung sejak acara launching buku Djarina, buah karya Atte Shernylia Maladevi, sebelum lebaran haji , hingga akhir pekan penghujung bulan Oktober 2015. Maklumlah, sejak saya kembali menggawangi Papirus Tokobuku Dan Komunitas, sepertinya saya masuk dalam sebuah “penjara” yang membatasi ruang gerak untuk bertandang seleluasa waktu sebelumnya. Yah..., saya diterungku olehnya, namun dari balik meja kerja, saya tiada henti memuntahkan peluru ujar-ujar sebagai terapi jiwa. Ibarat Arsenal yang bertubi-tubi menggelontorkan gol-gol indah dari meriamnya di London Utara.
Kuatnya rasa ingin segera ke Bantaeng, jujur saya katakan karena rindu. Ada sejenis desakan yang membuncah di bancuh hati dan pikiran saya. Mau bersua dengan kerabat, karib dan tentu saja segenap kawan di Komunitas Literasi Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan. Apatah lagi, beberapa hari sebelum berangkat, seorang sianakku dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Saleh Al-Fachry meminta saya untuk menjadi moderator pada acara diskusi publik dalam rangka Musda PKS Bantaeng, walau diurungkan sebab Bupati Bantaeng, Nurdin Abdullah berhalangan hadir.
Ala kulli hal, postingan Kepala Suku Komunitas Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan, Dion Syaif Saen yang makin mengencangkan tekad saya untuk segera meluncur ke Bantaeng. Betapa tidak, Dion memposting berita dan gambar kebakaran di Bissampole yang menewaskan tiga orang anak. Kejadiannya malam Jumat, 29 Oktober 2015, sekitara pukul 20.00. Walau nanti esok harinya baru saya baca postingan itu. Dan, saya langsung telpon Dion tentang lokasi persisnya dan keluarga siapa yang korban. Ternyata korbannya adalah anak-anaknya Naping yang tiada lain adalah kawan sepermainan dulu waktu saya masih kanak-kanak.
Jumat malam. saya meluncur ke Bantaeng dengan mobil langganan. Sejak di perjalanan, sang sopir sudah berbicara sedikit informasi tentang kebakaran di Bissampole itu. Pukul setengah dua belas saya tiba di rumah, langsung istirahat. Esok harinya, bertemulah saya dengan Agusliadi, Dion Syaif Saen, Emha Alahyar dan Afdan di Warung Pojok Bissampole milik kakak saya. Banyak yang kami diskusikan, temanya menjalar kemana-mana. Dan pada waktu diskusi inilah Agus mengingatkan akan pesta pernikahan rekan kami, Kasma Kompable dengan Emilk Azis. Pesta digelar di kediaman Kasma hari Sabtu, 31 Oktober, sedang di rumah Emil keesokan harinya, Ahad 1 Nopember 2015.
Bersepakatlah saya dengan Dion Syaif Saen dan Emha Alahyar untuk pergi bersama, ke rumahk Kasma di Parammuloroa. Seperti biasanya, kalau ada karib saya yang amat dekat dengan tradisi literasi, maka saya selalu menyatakan kehadiran saya dengan sebuah kado: buku. Kali ini, di pesta Kasma pun saya bawa kado buku yang di halaman paling awalnya saya tuliskan tutur: “ Laki-laki eksis karena maskulinnya. Perempuan mengada sebab feminimnya. Dalam keluarga, maskulinitas dan feminitas bersatu.” Saya menikmati kebahagiaan kedua karibku itu, saya jabat tangannya Emil dengan erat, lalu saya panjatkan shalawat pada kanjeng Nabi, namun tidak saya jaharkan.
Pesta itu makin asyik, sebab rengekan saya pada Dion agar menyumbangkan lagu buat mempelai atas permintaan saya dipenuhinya. Maka tembang lawas Koes Plus pun membuai kami, Andaikan Kau Datang judul lagu yang dilantunkan Dion dan satu bonus tembang Makassar Ampe Ampea Rilino yang menghanyutkan para pendengar, terlebih lagi yang menyanyikannya. Bersama tembang Koes Plus, saya larut dalam perhelatan yang auranya masih terasa hingga kami pulang dan bersepakat untuk menikmati senja bersama-sama di pelataran Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan.
Sengaja saya tidak bikin janji dengan siapapun di malam minggu kali ini. Soalnya, saya ingin menyaksikan pertandingan bola liga Inggris. Lewat chanel Bein Tv, saya menonton Chelsea dipecundangi oleh Livervool di Stamford Brids, dan lanjut hasil seri antara Manchester United dengan Crystal Palace. Malam minggu ini agak larut baru saya tertidur, soalnya membayangkan bagaimana nasib Chelsea yang eksis di urutan ke-15 klasemen dan MU yang kurang beruntung serta kemenangan fantastis The Gunners, sang meriam London Utara, Arsenal. Benarlah yang dibilang Yusuf Kalla, “ bersentuhan dengan urusan bola, kita tidak bisa tidur nyenyak. Sebab kalau kita kalah maka akan dicerca sampai pagi dan kalau menang kita akan pesta sampai pagi.”
Tibalah pada hari Ahad, matahari beranjak meninggalkan subuh. Teriknya barulah semenjana saja, sehangat hati saya yang masih menari riang menikmati kejayaan Arsenal. Saya bertandang ke mukimnya Dion, guna janjian ke pesta pernikahan di rumahnya Emil. Walhasil, sepakatlah saya dengannya untuk berangkat siang sesudah shalat dhuhur. Sepulang dari mukim Dion, saya melewati lokasi kebakaran yang memang jaraknya hanya seratusan meter dari rumah Dion.
Saat berangkat, tiba-tiba HP saya berdering, darinya saya dikontak oleh Ahmad Rusaidi yang ternyata bermaksud sama untuk ke acara itu. Beringanlah kami, saya dibonceng Dion dan dipertengahan jalan, ikut pula Haedir Haedir Thumpaka yang punya tujuan sama, mentunaikan undangan pestanya Emil. Dengan tiga motor, berempatlah kami meluncur ke belakang kantor desa Bontojai, lokasi rumahnya Emil.
Oh.. ya... nyaris lupa. Sebelum saya berangkat meninggalkan rumah, saya dan Dion membungkus kado, satu dari Dion dan satunya lagi dari saya. Dua buku itu saya satukan saja dalam bungkusan kado. Pada buku yang saya kadokan, tutur-tutur pun saya tuliskan buat Emil dan Kasma, “ Dalam sebuah keluarga, hendaklah benih keilmuan tetap disemaikan. Dan, buku ini sekadar sebagai pengingat.” Kira-kira kurang lebih begitu yang saya tuliskan.
Di perjamuan pestanya Emil, banyak nian kerabat dan karib saya jumpai. Ada rombongan dari KPU Bantaeng, Balang Instute, pentolan FMBT dan banyak lagi yang kalau saya sebutkan satu persatu bakal panjang dan tidak ada jaminan pasti ada nama yang bakal luput. Baik pesta di rumah Kasma maupun Emil, tamu-tamu yang berpapasan dengan saya dominan dari kawan-kawan aktifis kaum muda Bantaeng yang terserap dalam berbagai corak kelembagaan. Ini menandakan dua sejoli ini, dominan domain perkawanannya dalam ruang lingkup aktivisme.
Saya sendiri mengenal Emil dan Kasma amat dalam. Bagi saya, keduanya adalah figur-figur terdepan dalam gerakan literasi. Hampir semua perhelatan di Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan, keduanya selalu menjadi salah satu tekongnya. Dan, saya mencurigainya, salah satu tempat memupuk tali kasihnya adalah di Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan. Tentulah dugaan saya kurang akurat, tapi saya amat sering memperhatikannya, bahwa kelak dua sejoli ini bakal melarut dalam satu ikatan keluarga. Dan, doa-doa terbaikku selalu saya panjatkan agar dijabah oleh Yang maha Pengijabah.
Bagi saya, Emil bukanlah anak kemarin sore yang saya kenal. Sudah bertahun lalu saya mengenalnya, apatah lagi ketika Emil menjabat selaku Ketua Umum FMBT, saya selalu diajak untuk menjadi narasumber kajian, baik di forum formal maupun informal. Dan, rumah yang ditempati pesta itu adalah rumah yang pernah saya tempati kajian intelektual hingga larut malam, dan pernah pula menjadi tempat mampir makan kelapa muda sewaktu pulang dari survey untuk Kelas Inspirasi Bantaeng.
Dari interaksi yang begitu sering dengan Emil dalam kajian-kajian, batin saya biasa membetik, bahwa anak muda yang satu ini adalah seorang yang terdepan dalam berburu ilmu pengetahuan. Setiap buku referensi yang saya nyatakan sebagai buku yang layak dibaca, pasti Emil memburunya, memilikinya dan tentu membacanya. Sebab, saban waktu selalu saja Emil mengkonfirmasikan hasil bacaannya untuk dibincangkan. Dunia literasi menawannya, ilmu telah menerungkunya.
Demikian pula dengan Kasma, kini sudah menjadi isterinya, juga seorang aktivis yang tumbuh dalam dunia persyarikatan Muhammadiyah. Saat ini Kasma menjabat Ketua Nasyiatul Aisyiah. Dalam banyak persamuhan di berbagai forum yang melibatkan Kasma, saya yang juga hadir bisa menerka keberisian inteketual di pikirannya. Tidaklah mungkin warga Nasyiatul Aisyiah mendapuknya selaku ketua, jikalau tak menghitung kapasitas yang dimiliki oleh Kasma.
Bersatunya dua sejoli literasi ini dalam ikatan pernikahan, mewujud pada bangunan keluarga baru memberikan optimisme baru bagi saya secara pribadi. Selaku pegiat literasi, bagi saya ini adalah kesempatan emas untuk selalu mengingatkan pada keduanya agar tetap bersetia pada tradisi literasi yang dapat diinisiasikan lebih khusyuk lagi dalam otonomi keluarga. Saya membayangkan, Emil dan Kasma segera membuat sudut baca di dalam rumahnya, sepetak surga buat menyemaikan aura keilmuan yang bakal meninggikan derajat penghuninya. Surga bisa kita ciptakan dalam rumah, sesudut atau sepetak dan tentu saja kado buku dari saya dan Dion bakal menjadi salah satu penghuninya.
Di selingan lantunan irama kasidah-elekton yang mengiringi pestanya Emil, saya merengek lagi ke Dion, agar melantunkan tembang lawas. Tapi Dion angkat tangan, dan saya maklum sebab pengiring musiknya bergenre kasidah. Dan, pastilah Dion tak berdaya di hadapan para penyanyi perempuan yang berkasidah ria. Walau ada juga dua penyanyi perempuan yang bernyanyi bukan lagu kasidah tapi diiringi dengan irama kasidah yang salah satunya ternyanyikan, saat saya beranjak pulang, judulnya: Sakitnya tuh di Sini. Begitu beranjak meninggalkan pesta, saya menyapa Adam Kurniawan dan kawan dari Balang Institut, saya berucap pada mereka, kalau mereka yang nyanyi itu menunjuk hatinya yang sakit, kalau saya berkata sakitnya tuh di sini, sambil saya menunjuk kepala yang baru tiga hari lalu saya plontos. Tawa pecah di antara kami, pamit pulang dengan sejumput bahagia dari arena perjamuan, hingga tulisan saya torehkan, masih saja meluap-luap.

Jumat, 23 Oktober 2015

BAKARLAH


sejak mula daku ini bukanlah apaapa
dikaulah pemantiknya menjadi siapa

dikaulah membaptis daku sebagai sesat dan menyesatkan
hanya karena daku terjatuh cinta pada saricinta

nerakalah yang patut buat daku
itu menurut dikau

dikau menabalkan diri selaku wakil tuhan
sekehendak ingin membakar
sesiapa yang tersesat

dalam bilik bancuh batin daku
meliuk segenggam tanya dan sejumput gugat
neraka bukanlah tempat pembakaran batumerah
siapa saja boleh punya kuasa atasnya

pun kalau memang neraka serupa tungku
pembakaran tanah liat berpasir pada cetakan
daku rela masuk dalam cetakan
bakarlah daku di gejolak tungku api
agar daku mengeras menyata batu

batumerah mewujud dinding pelindung
pada rumahrumah sesiapa saja
batumerah menjadi perisai
buat para pecinta di jalan cinta
yang padanya saricinta membuncah

Selasa, 06 Oktober 2015

TERBUNUH


Seorang kawan mengajak sahaya menghadiri acara peringatan terhadap terbunuhnya seorang pejuang kemanusian, lebih sepuluh tahun lalu. Di acara itu, berbagai ragam item kegiatan disuguhkan yang intinya, sejenis dedikasi buat sang pejuang. Sepulang dari perhelatan, menyambangi Guru Han guna membincangkan apresiasi itu, maka didedahkannyalah ujar-ujar: " Orang yang terbunuh di jalan juang, orang hidup akan menghidupkannya berkali-kali, lewat tajuk peringatan, mengenang dan doa-haul. Sementara, orang yang membunuhnya, meski ia terbebas dari hukuman, hidup melata seenaknya, orang hidup akan membunuhnya bertubi-tubi dengan cercaan, hinaan, dan kutukan. Terbunuh di jalan juang adalah pejuang, pembunuh para pejuang ialah pecundang."

Sabtu, 03 Oktober 2015

PENGTAHUAN




Sore masih kerontang, walau mentari tinggal semenjana teriknya, pertanda  mau pamit, ingin damai dalam dekapan  malam. Seorang  kisanak, kawan lama seperguruan di padepokan pengetahuan,  mampir di semedi sahaya.  Sang kawan telah bertahun meninggalkan padepokan, lalu didedahkannya  segala resah tentang tiada gunanya  pengetahuan yang selama ini ditimba.  Pasalnya, antara pengetahuan yang disetubuhinya dengan realitas kehidupan jauh berlaksa jaraknya. Gagaplah berjalan dalam kenyataan hidup. Guru Han yang sedari awal adem, tiba-tiba menghela nafas panjang,  menyemburlah lahar kata-kata selaku tutur : “ Segala pengetahuan yang dikau tumpuk dulu, hasil timbaan dari berbagai macam universitas kajian, bukan lagi untuk diucap-ucap, diperdebatkan. Mestinya, semua  pengetahuan itu menjadi sari diri untuk memandu perjalanan kehidupan. Nilai guna pengetahuan yang melangit, ketika mampu  mengais masalah kehidupan. Ibarat elang yang terbang di angkasa, tapi makananya tetap  di bumi.”

Jumat, 02 Oktober 2015

PINTU


aku merangkak
bermaksud masuk
ke kotamu

aku tiba di gerbangnya
mendongak berdepan pintu
aku ingin mengetuknya
tapi dengan apa kubisa?

mungkinkah aku masuk kota
walakin tidak bertabik pada pintunya?

kalau itu kulakukan
pastilah aku tergolong
pendatang haram

oh...pemilik pintu
gemerincingkan kuncimu
biar lebih mudah kukenal
anakanak kunci yang dikau genggam

dari belasan kunci itulah
pintu kota akan terbuka
dari kunci yang kugenggam
aku menjadi halal mukim di kotamu

Rabu, 30 September 2015

SIKLUS





agustus membara
september ikut meradang
panas leluasa menari
basah tak kunjung jua

nopember membakar
pohonpohon bersamuh
mencari cara melepas daunnya
yang kerontang lebih cepat dari biasanya

berisiklah dedaunan
mengalahlah para daun tua
untuk jatuh lebih dulu
biar daun muda tetap bertahan

jatuhnya daun tua bak lambain tangan
sebentuk tetesan airmata
melompat dari kelopaknya

pertiwi menyiapkan tikarnya
menyambut daun tua
yang menunaikan takdirnya

dalam sunyi sepi senyap
berbisiklah pertiwi pada daun tua:
“aku akan mengembalikanmu
ke pohon yang dikau tinggalkan
serupa kuncup muda hijau berkilau”

Minggu, 27 September 2015

MINA


Mina ... oh Mina
tragedi Mina

musim haji terhina
saling menghina

teringat pondok Madina
di sana nenekku: Haja Mina

Jumat, 25 September 2015

BERKORBAN


Euforia berkorban membahana jagat, dunia nyata dan maya mengaminkannya. Lalu apa yang layak ditimba dari sumur pengalaman berkorban? Tanya seorang sahabat kepada sahaya. Pun, tanpa disila, Guru Han langsung menerobos dengan sejumput sabda: " Berkurban muaranya pada berbagi. Jika ingin berbagi, maka cungkil dulu hulunya, pengorbanan. Alas dari berbagi adalah pengorbanan, tiada berbagi tanpa pengorbanan. Usah membayangkan mampu berbagi manakala tak ada pengorbanan di dalamnya. Kalau ada rencana untuk berbagi, apa saja bentuknya, berkorbanlah terlebih dahulu. Sebab, tidak sedikit di antara kita, selalu menabalkan dirinya sebagai pembagi tapi tidak mau berkurang. Jadi, sebelum berbagi, banyaklah berkurang sebagai prolog dari berkorban."

Kamis, 24 September 2015

DAGING



Usai shalat Idhul Adha, berlanjut saling jabat tangan antar warga, memaafkan sesama. Dan setelahnya, sahaya ikut menyemut dalam acara penyembelihan hewan kurban, beberapa ekor sapi hasil urungan warga. Sapi-sapi itu saling menatap, seolah bicara satu sama lain, sebentar lagi kita akan mempersembahkan yang terbaik buat yang memilih kita sebagai perwujudan cintanya pada Ilahi. Melihat gelagat itu, Guru Han seolah melanjutkan khutbah khatib di mesjid: " Manusia memilih hewan kurban untuk menunjukkan abdinya pada penciptaNya, dan hewan kurban merelakan dirinya dipilih dan terpilih selaku titian pengabdian. Persembahan terbaik dari hewan kurban, ketika dagingnya terbagi berbarengan bahagia kepada sesama dan spiritnya sebagai penghubung ke Yang Maha Mutlak. Sedianya kita selaku manusia meniru hewan kurban, yang rela membagikan dirinya, daging terbaiknya dan yang tak layak disimpan saja sebagai sampah. Selaku metafor bagi manusia, bagikanlah dagingmu, nilai guna terbaikmu buat sesama. Seluruh daging yang membungkus tulang belulangmu, bagikanlah."

Senin, 21 September 2015

KEPENTINGAN


Pada selapak beranda di rumah maya, berkerumunlah sekelompok insan dengan ragam pikiran, persamuhan digelar untuk menyodorkan acara melepas rindu. Riuh rendah kebrisikan celoteh, bak sekawanan burung berebut ranting di sepohon harapan. Seorang sosok berlaku seperti ratu, didapuk selaku dirigen untuk mengorkestra suara yang ricuh menjadi paduan suara. Namun, sang dirigen lebih banyak mengeluhkan dirinya, yang sudah berlaksa tenaga dan pikiran demi kejayaan acara dan masih saja dianggap punya kepentingan tertentu, sejenis hidden agenda. Sahaya menguping kegaduhan, Guru Han turut menyimak, di daun telinga terlontarlah sabdanya: " Tidaklah perlu ngotot untuk menabalkan diri tak punya kepentingan akan suatu perhelatan. Semakin menegaskan diri sebagai tak punya agenda khusus, semakin menunjukkan bahwa memang ada rencana terselubung, paling tidak ingin dikenal sebagai orang yang bebas kepentingan. Sebaiknya, tunggulah acara usai dan semua akan terkuak, betulkah tak berkepentingan?"

Minggu, 20 September 2015

AirMataDarah

AirMataDarah

OLEH: M. Rajab

JELANG akhir pekan, saya janjian ketemu dengan seorang sahabat lama. Sebab, kesibukan masing-masing lama nian tidak berjumpa. Akhirnya disepakati untuk ketemu di kantor saya di sela-sela waktu dalam menjalankan rutinitas. Seperti biasanya, kopi dan sesekali kepulan asap rokok menyertai perjumpaan itu. Sahabat ini dalam kesehariannya senantiasa bergelut dengan buku-buku, baik sebagai penulis, pembaca, maupun sebagai penerbit. Sehingga, sebelumnya, saya sudah pesan untuk membawakan buku yang seyogyanya saya harus baca.
Sesaat sebelum jumatan kami bertemu. Dia menyedorkan buku kumpulan puisi: Air Mata Darah. Ditulis oleh seorang yang banyak kami jadikan sebagai referensi dalam pandangan dan pendapat. Buku yang berisi sehimpunan puisi yang ditulis oleh beliau rentang waktu tiga tahunan. Saya membolak balik bukunya, dan langsung membaca dan menghayati puisi: air mata darah. Sebagaimana judul buku itu.
Fikiran saya menangkap kata kunci dalam puisi ini: air mata, padang, pedang dan darah. Kata-kata ini mengarahkan kita pada perang-pedang di sebuah padang. Saking tragisnya peristiwa ini, sehingga digambarkan air matanya adalah air mata darah. Kesedihannya, adalah kesedihan yang paling dalam. Mungkin pada peristiwa itu, terjadi penganiayaan, terjadi pembunuhan yang tidak manusiawi, terjadi pembantaian, kebenaran dimatikan, sehingga Sang Penyair merasakan duka nestapa yang begitu dalam.
Seperti lazimnya, air mata identik dengan kesedihan, duka, nestapa, terharu atau juga terkadang kebahagiaan yang bisa mengalirkan air mata. Keadaan itu, menjadi efek dari suasana kebatinan seseorang. Kalau dirunut pada bait syair ini, menjelaskan bahwa air mata dalam puisi ini lebih karena kesedihan. Sebagaimana pada puisi berikut ini :
Airmataku airmatamu airmatakita
Dan darah mereka
Tertampung di danau kesedihan
Taklah pernah cukup
Membasahi padang itu
Walakin sang padang
Dengan lakon kibasan pedang
Akan bersaksi kelak
Airmata dari berbagai penjuru
Taklah lelah mengalir
Mencari darah selaku kembarannya
Padang tangisan airmata
Pedang cucuran darah
Airmatadarah
(sulhan yusuf)
Air mata itu adalah ekspresi kesedihan. Pada kehidupan kita, ketika kehilangan sesuatu yang kita cintai, atau kehilangan sesuatu yang begitu bermakna, maka manusiawi jika perasaan sedih itu muncul. Sebagaimana ketika ditinggal pergi orang tua, saudara, anak, sahabat atau tokoh yang diidolakan. Karena kecintaan kita, maka kehilangan mereka adalah kesedihan bagi kita.
Padang yang menjadi tempat peristiwa ini, kelak di kemudian hari akan menjadi saksi di hadapanNya. Semuanya terekam dengan jelas tanpa cacat, akan perlakuan, kekejaman dan penganiayaan yang dialaminya. Padang itu begitu sangat luas, sehingga darah mereka yang mengalir, darah korban pembela kebenaran, tak akan sanggup membasahi padang itu.
Peristiwa itu mengundang rasa simpati dan empati dari banyak pembela kebenaran, sehingga ketika peristiwanya dibacakan atau bahkan diperingati, air mata akan mengalir karenanya. Banyak manusia dari berbagai penjuru dan belahan bumi, merasakan duka dan sedih. Bahkan, diantara mereka ada yang bersedia menjadi pembela untuk mengorban jiwa dan raganya demi untuk membela pejuang kebenaran.
Padang ini adalah padang kedukaan, padang ini adalah padang bencana. Duka dan bencana terjadi tepat di atasnya yang kemudian hari padang ini akan menjadi saksi dengan peristiwa ini.
Pedang telah mengalirkan darah suci. Pedang telah merenggut nyawa pembawa kebenaran, airmata darah adalah kesedihan yang paling dalam.
Tiba-tiba dari balik jendela ruangan, terdengar suara azan jumatan memanggil. Saya dan kawan segera beranjak dari duduk lalu menunaikan kewajiban pada Dia Yang Maha Suci.
Makassar, 15 Maret 2015

Sabtu, 19 September 2015

PIKIRAN


Berminggu ria, bersih-bersih halaman depan-belakang, menatanya sebisa mungkin. Memangkas pohon jeruk nipis yang daunnya gonrong tak karuan. Pohon-pohon pepaya di halaman belakang, tumbuh berkejaran seolah ingin menunjukkan citranya pada sahaya, mana yang paling tinggi di antara kami. Guru Han ikut menyemangati, lalu masuk ke ruang baca guna menata, memindahkan berinci debu yang sudah dua pekan menghidu sepetak surga itu. Sambil menatap buku yang beragam tema, baik selaras maupun yang saling kontradiksi. Dan, samar sepoi bergumam: " Sesungguhnya buku-buku ini amat berisik, isinya boleh berbeda apalagi bersepakat. Namun satu hal yang diperpegangi, tetap adem hidup bersama, tanpa harus melompat keluar dari rak masing-masing. Kalau saja, rak buku itu bak kepala kita, yang isinya begitu beragam pikiran meniru prilaku buku, maka betapa damainya, sekalgus mencerahkan yang memiliki kepala."

Jumat, 18 September 2015

JIDAT



aku berdepan cermin
ada bundaran hitam
di jidatku

aku pikir
ini buah zikir
sembah yang terukir

lamatlamat terkuak
aku keseringan sujud
di karpet berdebu nan keras

Selasa, 15 September 2015

JELATA


jelata meronta
sita harta

jelata melata
minta tahta

SELANCAR


Berkumpul bersama dengan para sahabat, kawan sepermainan adalah kebahagiaan tersendiri. Agar kebahagiaan itu makin menukik, maka dirancanglah sebuah persamuhan untuk mengarsiteki perhelatan itu. Sahaya ikut bersuntuk dalam perencanaan dan Guru Han turut serta. Pada moment itulah, sabda terlontar: " Bagi yang merancang sebuah acara yang berniat membahagiakan sesama, seharusnya yang mengurus adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya. Sebab, sulitlah untuk berbahagia bersama manakala baru saja merancang sudah tidak membahagiakan. Proses untuk menuju kebahagiaan penting dijalani, biar diri-diri yang menceburkan diri tidak tenggelam dalam larutan kekalutan diri. Berenanglah di atas masalah, jadikanlah selaku papan selancar biar memperlancar jalan kebahagiaan."

Sabtu, 05 September 2015

ADA


jangan ajari orang buta
menikmati cantiknya bunga matahari
sebab matabolanya cuma merasakan terik

coba ajak orang buta
meresapi indahnya suara musik
karena matahatinya menghujam teduh

bagi kisanak yang diterungku ketersesatan
mencari keterangan jalan keluarnya
membakar diri dalam keterangan
itulah jalan cahaya

kisanak tak layak berkukuh pada ketiadaan
hanya lantaran belum bertemu keadaan
merangkak menyongsong yang ada
adalah keadaan mengada padanya

Kamis, 03 September 2015

HAJI


Jumat pagi yang mubarak, berdepan-depan dengan seorang tetangga, pada balai-balai reot sahaya, bersuluk-suluk dalam bincang rencananya naik haji tahun ini. Persiapan pemberangkatan sudah lengkap, paripurna. Dalam larutnya persamuhan pagi, Guru Han ikut bertutur: " Ibadah haji adalah panggilan Ilahi, yang menetapkan surat mandat untuk yang dikehendakinya. Manakala surat panggilan-Nya sudah di tangan, maka hajikanlah diri terlebih dahulu sebelum berangkat ke tanah suci, sejenis yudisium akan keabsahan dan kelayakan berhaji, sebab di tanah suci itu ibarat wisuda seseorang untuk disematkan gelar haji. Tidak sedikit yang telah bergelar haji, namun tidak pernah diyudisim hajinya."

Senin, 31 Agustus 2015

NIRTAMPAK


Sahaya mengahdiri acara reuni yang digelar oleh SMA tempat menimba ilmu dulu. Ada kisaran tiga ribu alumni yang hadir, beragam angkatan, profesi dan tempat mukim mereka kini. Disediakanlah panggung buat arena silaturrahim, namun kelihatannya ada segelintir orang yang tak bisa menahan diri berebut di atas panggung perhelatan. Apatah lagi, panggung itu berubah menjadi arena bagi orang-orang penting dan bernasib baik dari alumni sekolah itu. Melihat kegaduhan panggung, Guru Han yang juga salah seorang alumni, namun bukanlah orang penting, apatah lagi tak lebih dari seorang gelandangan yang lebih suka bertualang, hanya sanggup bertutur lirih: “Dengan menggunakan penalaran logis, ketajaman pikiran akan mampu mengambil kesimpulan berdasarkan apa yang tampak ke permukaan, terkhusus pada apa yang dipentaskan di panggung, lewat ujar-ujar para pengusung kepentingan. Namun, lebih dari itu, perlu pula menilisik lebih dalam pada apa yang nirtampak. Sebab, dalam sebuah perhelatan yang rada nyerempet pada nuansa kepentingan, apapun bentuknya, lebih menarik mencermati apa yang bergolak di balik panggung. Hanya ketersingkapan batinlah yang bisa memastikan ke arah mana para pemanggung itu menambatkan kepentingannya.

Rabu, 26 Agustus 2015

OLOK





Tiga orang sahabat sahaya datang silaturrahim. Salah seorangnya bercerita tentang suasana tempat menimba ilmu yang punya pengajar bermasalah manakala gelar akademiknya terabaikan kala dipanggil. Kawan satunya memperlebar diskusi, dengan mengajukan pula pengalamannya bertemu dengan seorang yang bergelar bangsawan, tapi lalai memanggil sematan bangsawannya, tersinggunglah akhirnya. Sobat berikutnya melengkapi cerita, ada pula sosok yang punya seabrek gelar akademik, tapi lebih senang kalau dipanggil gelar bangsawannya. Guru Han yang sejak semula menyimak perbincangan ikut menyahut: “Seorang senang dipanggil dengan gelar yang menunjukkan kemuliaannya, dan bila orang alpa memanggilnya, marahlah ia. Maka berlomba-lombalah orang memanggil seolah memberi penghargaan, biar semua urusan segera selesai. Manakala panggilan itu disahutkan untuk menyenangkan yang punya gelar dan bagi si pemanggil bermaksud agar beres persoalan, itu sudah olok-olok baginya. Gelar-gelar telah mewujud menjadi olok-olok. Dan, kedua belah pihak saling menikmatinya.”

Selasa, 25 Agustus 2015

TERIMAKASIH





Dari kejauhan, terlihat Guru Han berjalan cepat menuju sahaya. Dengan nafas yang terengah, begitu tiba langsung saja  duduk dan menyambar secangkir kopi. Dengan sekali tenggak cangkir itu telah kosong. Sembari cangkirnya menunggu diisi, tersemburlah cairan lahar kata-kata: " Masihkah terucap teriamakasih dari dirimu, tatkala permintaanmu akan sesuatu tidak dipenuhi? Sejatinya, sebuah penolakan harus pula diterimakasihi, sebab itu juga sebentuk pemberian, semacam jawaban atas permintaanmu." Entah apa yang disuainya di perjalanan hingga meluncur tutur itu. Diam meresapinya adalah langkah terbaik.

Kamis, 20 Agustus 2015

KOSONG


Di malam Jumat yang berselimut berkah, sahaya bertandang ke mukim seorang sahabat. Pada salah satu pojok istananya, ada surga ruang baca yang nyaman buat berbincang tentang semesta pengetahuan. Oleh sobat, disiapkanlah secerek kopi dan tiga buah cangkir yang tanggung besarnya, cukup dua kali tenggak untuk menghabiskannya. Ada yang unik dari laku Guru Han, selalu saja sekali tenggak, kosonglah cangkirnya. Sebelum rasa penasaran menguap, pun bertuturlah ia: " Hanya cangkir yang senantiasa kosong yang berpeluang untuk diisi kembali. Cangkir kosong berarti siap diisi. Kosongkan cangkirmu, maka beragam macam air bisa masuk ke dalamnya. Kosongkan cangkir pikiranmu, maka beragam pikiran bakal menyapamu. Lapangkan cangkir zikirmu, maka kemegahan spiritual akan hadir mengurapimu."

KOPI


kopiku tak pahit pekat lagi
ada rasa asam menyusupinya
mungkinkan itu tetesan keringat petani
yang menyetubuhinya?


jika kopi tak pahit lagi
tersisalah asam keringat petani
mungkinkah ada waktu dini
yang terminum hanyalah keringat petani?

Rabu, 19 Agustus 2015

RENDAH


Di musim kemarau kali ini, kekeringan banyak menyapa belahan bumi. Kerontanglah tanaman, tidak sedikit maklhuk yang harus haus secara berjamaah. Maka pembicaraan tentang air pun menjadi tema yang tinggi ratingnya. Kerinduan akan air seolah menyamai kerinduan pada kekasih. Dan, saat sungkawa akan air menajam, Guru Han justeru bernasihat agar sahaya  mengambil ibrah, tuturnya: " Telah menjadi tabiat bahwa air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Makin rendah suatu tempat makin banyaklah air yang bakal tertampung. Bila air diibaratkan ilmu, maka ia selalu akan mengaliri orang yang merasa rendah ilmunya. Makin tidak merasa berilmu, akan semakin banyak ilmu yang bakal mengalir pada diri seseorang. Merendahlah, maka ilmu akan menyelimutimu.”

Senin, 17 Agustus 2015

PENJARA


Berdiri di depan penjara, pada sebuah keangkuhan bangunan yang kokoh dan angker karena ketuaannya. Sahaya bermaksud memasukinya, menengok seorang kawan yang beberapa bulan lalu masuk bui. Ada persyaratan prosedural yang harus dipenuhi barulah bisa membesuk, walau akhirnya terpenuhi jua. Guru Han yang ikut menengok, bertutur sepulang dari penjara itu: " Hakekatnya penjara adalah, orang luar tidak leluasa masuk, sementara orang dalam kesulitan keluar. Dan, tidak sedikit orang yang membangun penjaranya sendiri. Dengan membangun rumah yang megah, luas dan berpagar tembok tinggi dilengkapi kawat berduri dan CCTV. Penghuninya kesulitan untuk keluar berinteraksi dan orang luar tidak leluasa datang untuk bertamu, saking tingginya tingkat kewaspadaan si empunya rumah. Sesungguhnya, orang yang memenjarakan diri dalam kemegahan rumahnya, itulah cerminan dari jiwa yang sumpek."

Kamis, 13 Agustus 2015

SAPAAN

Seorang kawan kesal tak terkira, pasalnya karibnya yang begitu dekat, yang menulis buku luput mencantumkan namanya dalam deretan ucapan terima kasih. Pun sanak sahaya sama pula, uring-uringan tak berujung, soalnya saat pidato sambutan panitia acara, alpa menyebut namanya sebagai tanda penghormatan. Sesungguhnya, Guru Han ikut prihatin pada kisanak-kisanak, maka tutur pun melesat bak panah: " Yang butuh sapaan adalah manusiawi, hakekat kehidupan adalah saling menyapa. Kalaulah hanya lupa disapa, itu bukanlah bencana, karena setiap yang telah tersapa sudah bisa terukur kualitas sapaannya. Justeru yang belum tersapa itulah yang tak terbatas nilai bilangannya."

Selasa, 11 Agustus 2015

AMANAH


Ada seorang karib yang menduduki jabatan baru. Sedapatnya, jabatan itu sudah sejak lama menghampirinya, tapi selalu saja ada yang menghalanginya. Dan, ketika takdirnya tiba, jabatan itulah memeluk sahabat sahaya itu. Beragam sambutan atas amanah itu, namun tidaklah penting untuk dikomentari, lebih menarik kala menyimak tutur Guru Han: " Amanah selalu beriringan dengan kemuliaan, bila amanah itu dijalani sepenuh tanggungjawab atasnya. Hanya orang-orang yang menunaikan amanah yang dicatat oleh sejarah, sebab ia telah membuat sejarah. Dan sejarah akan amanah ini, layak diwariskan pada generasi berikut sebagai tempat bercermin bagi diri."

Minggu, 09 Agustus 2015

KAPASITAS


Entah sudah berapa ratus kali, sahaya mengikuti acara persamuhan pikiran. Dan, selalu saja bertemu dengan orang-orang yang dianggap penting, seolah keabsahan acara itu bergantung pada kehadirannya. Bila perlu, acara tertunda beberapa waktu buat menungguinya. Kesal dan sesal kadang bercampur aduk jadi bebal. Guru Han menyentakkan sabda, guna tetap dalam kesadaran yang khusyuk: " Di setiap acara, aneka macam penyebab sehingga seseorang mesti hadir. Ada karena jabatannya, ada pula sebab kapasitasnya. Percayalah, di acara berikut orang yang diundang kali ini karena jabatannya, lalu jabatan itu sudah tanggal, maka tidaklah mungkin akan hadir pada acara berikutnya, meski kali ini ditunggu berlama-lama. Bersyukurlah kalau dirimu hadir karena kapasitasmu, di acara berikut pasti dikau hadir lagi, sebab acara itu butuh kehadiranmu."

Kamis, 06 Agustus 2015

MALING


Pagi masih buta, subuh sementara bersiap memberikan tongkat estafet waktu pada fajar. Terdengar kegaduhan pada rumah tetangga sahaya, pasalnya ia kedatangan tamu tak diundang, maling membobol rumahnya. Tertegunlah ia, sulit diajak bercakap, hanya matanya yang berkaca-kaca menahan geram. Guru Han mengajak menjauhi rumah itu, lalu meluncurlah sabdanya: " Jikalau rumahmu tak ingin kedatangan maling, buatlah rumahmu itu tak menarik baginya, jauhkanlah dari segenap barang yang bakal ia curi. Dan, yang lebih penting dari itu, enyahkanlah dari rasa memiliki atas barang yang bakal dicuri, sehinga kalaupun tercuri dikau tidak merasa kehilangan. Rasa memiliki muaranya pada keraiban."

Rabu, 05 Agustus 2015

SAMPAH



Malam belum begitu matang, barulah kisaran seperempat perjalanannya. Sepulang dari berburu nafkah, sahaya menyaksikan seorang yang tak begitu waras mengais sisa-sisa makanan di tempat pembuangan sampah. Kuat duagaan, ia bakal menjadikan sisa makanan yang sudah jadi sampah itu, bakal menjadi santapan malamnya. Malang nian nasib sosok itu. Seiring pacu kendaraan, Guru Han mengiangkan sebentuk tanggapan dengan tutur: " Yang dikau saksikan itu, sekadar amsal dari sebuah permisalan bahwa hanya orang yang tidak waraslah yang mau memakan sampah untuk meenuhi kebutuhan jasmaninya. Demikian pula dalam dimensi keruhanian, tidak sedikit yang memakan sampah untuk memenuhi kebutuhan ruhaninya. Seumpama di dunia maya, lewat media sosial, tidak sedikit sampah ruhani yang bakal merusak jiwa kalau disantap. Fitnah, kebencian, kepalsuan yang tersimpul dalam hoax adalah wujudnya. Namun, tidak sedikit yang asyik menyantapnya, bahkan membagikannya pada khalayak. Ketahuilah, ini sejenis ketidakwarasan pula."

Selasa, 04 Agustus 2015

CERDAS


Pada hari lebaran idul fitri kali ini, setelah saling bermaafan sahaya berpisah dengan Guru Han, sebab pulang kampung, mudik lebih sepekan. Tak ada komunikasi selama di kampung. Setelah pulang dari kampung, bersualah kembali seperti sediakala, banyak cerita yang sahaya dedahkan termasuk bertemu dengan orang-orang cerdas yang begitu banyak berkeliaran di kampung. Seperti biasanya, begitu umpan pikiran tersaji, tentulah Guru Han menyambarnya dengan tutur: " Orang cerdas itu bukanlah seorang berada dalam kerumunan orang bodoh. Teiapi, ia yang berada dalam lingkungan orang cerdas dan bisa memahami kecerdasan orang lain."

Senin, 03 Agustus 2015

DOA


Hadirlah sahaya pada sebuah perhelatan persilatan pikiran, namun sebelum dimulai, doa akan kesuksesan acara pun dipanjatkan oleh seorang yag spesial pembaca doa setiap acara resmi. Lantunan doa disyahdukan sedemikian retoris nan puitis. Kali ini Guru Han agak usil usai pembacaan doa, tuturnya: " Setiap doa yang dipanjatkan hanya untuk memukau hadirin, sehingga hampir saja disambut tepuk tangan saking memikatnya, hanya akan sampai di situ saja. Sebab, tujuannya memang untuk menghibur dan pelengkap acara. Doa yang diucapkan dengan ujar-ujar retoris-puitis belaka, hanya akan bertengger di daun telinga saja."

Kamis, 16 Juli 2015

TAMUKU


sore ini bersama mendung kotaku
seiring tergelincirnya senja yang khusyuk
tamuku pamit pulang ke pengutusNya

sebelum pisah
baitbait doa kurapalkan
daku ingin menggelar pesta kecilkecilan
penanda bahagia meluapluap
di perjamuan terakhir tahun ini
burasakku-ketupakku dan aneka lauk tersaji
pesta ini layak dipentaskan sebagai kemenangan bersama

dua puluh sembilan hari yang lalu
dikau tamuku datang bersiang-bermalam
dengan limpahan aneka paket
rahmat-ampunan-pembebasan

daku masih ingat benar
di subuh dinihari kala malam pertama hadirmu
kusajikan sup ayam kampung
tak ketinggalan ayam tumis kecap dan toppa lada
doa penyambutan kurapalkan

dua puluh sembilan hari masamu kali ini
sebab kadang juga tiga puluh hari
tapi itu tidaklah masalah bagi daku
toh dikau akan tetap pamit

esok di hari fitri ketika daku dan sekaumku
berkumpul di tempattempat yang ditentukan
kami akan dilantik sebagai manusia baru
sewujud kulau tau yang memancar menjadi bulaeng tau

itu semua berkat didikanmu
pantaslah berbusana baru kalau punya
busana tua pun tak soal asal bersih nan suci
daku melata sebelas bulan ke depan

dengan kepala tegak
hati yang lapang
pikiran yang jernih
bersertifikasi ketakwaan

Minggu, 12 Juli 2015

TIKUS


aku punya sepotong tanah
tak seberapa luas
hanya empat langkah ke depan
enam langkah ke samping


tetaplah tanah itu kubanggakan
kutanamlah pepaya, jeruk nipis dan srikaya
walau sepohon duapohon tigapohon
masihlah mulai bertunas berdaun kecilkecil

musuhnya cuma satu: tikus
tikus menghabisi dedaunnya
menggerek batangnya
berak pun di sekitarnya

tikus negeriku lain pula
minyak, oli, aspal diminumnya
butas, beton, gedung disantapnya
tainya jadi lembaranlembaran bertuah

canggih nian tikus negeri ini, pikirku
minum santap tainya begitu beradab
kolot benar tikus di tanahku, gumamku
hanya bau busuk menusuk hasilnya

sekilas muncul takjub
bertambahlah takutku
sebab keberadabannya bakal
mengajari kekolotan tikusku

tanahku yang sepotong
tak begitu luas
empat kali enam langkah
akan dimakannya pula

Jumat, 10 Juli 2015

KESETIAKAWANAN





Tidak ada yang lebih dirindukan bagi orang yang berpuasa adalah saat berbuka, itulah kegembiraan. Sehingga, terkadang undangan berbuka puasa merupakan arena perburuan makan minum gratisan. Sahaya termasuk orang yang suka menghadiri undangan, untuk tidak mengatakan berburu makan-minum. Dan, suatu ketika, tatkala hadir di sebuah perhelatan buka puasa bersama, tersajilah menu buka yang begitu beragam dan menggiurkan, namun ternyata tidak mencukupi jamaah buka. Pasalnya, banyak di antara jamaah yang mengambil jatah lebih dari yang disediakan. Guru Han geleng-geleng kepala, lalu bersabda: “ Puasa itu salah satu tujuannya adalah menumbuhkan kesetiakawanan. Manalah mungkin kesetiakawanan itu hadir manakala hanya memikirkan diri sendiri, memenuhi hasrat seorang diri tanpa mempedulikan kawan yang lain? Selayaknya malulah kita pada orang yang dengan ikhlas telah menyediakan menu buka puasa, sebab kita mempermalukannya dengan menenggak minuman dan menggasak makanan seenak perut, yang seolah kemudian tuan rumah merasa bersalah atas insiden yang memalukan itu.”