Selasa, 31 Oktober 2017

MODAL (1)


Seorang kisanak mengajak sahaya melibatkan diri dalam perhelatan politik. Maksudnya, ikut menjejaki peluang menjadi kepala daerah. Biaya surveinya sudah disiapkan olehnya. Sebelum mengiya, tetiba saja Sang Guru, berfatwa duluan, "bagaimana mungkin dikau terjaring survei, manakala sepak terjang hidupmu selalu memilih jalan sunyi? Survei hanya cocok bagi insan yang memang suka memajang dirinya, sekaligus mempertontonkan apa yang telah dibikinnya". Karenanya, Guru Han tak ketinggalan menimpali tutur, "pun, dikau mesti menyiapkan modal perlagaan politik persaingan. Berupa, modal sosial dan modal uang. Tanpa keduanya, tiada guna tampangmu ikut nangkring di lembaga survei".

Kamis, 19 Oktober 2017

BERBAGI

Jumat Mubarak yang mekar benderang. Aura keberkahan menghidu segenap kemelataan hidup dan kehidupan. Hari, di mana berjubel insan ingin berbagi kebaikan, buat menandainya. Bersedekah, dan yang serumpun dengannya, menjadi pilihan perdana. Pengemis, peminta sumbangan dan panitia masjid beriang gembira. Sahaya berdepan-depan dengan Sang Guru, yang segera saja mengeluarkan titah, "bila ingin berbagi, carilah orang buta. Kalau mau memberi temuilah sosok bisu. Manusia buta dan bisu, mencegahmu dari puja-pujinya". Guru Han, yang sedari awal ikut bersila, pun unjuk tutur, "Jika berbagi, membisulah. Kala berbuat baik, membutalah".

Rabu, 18 Oktober 2017

SENANG-BAHAGIA


Tetangga kiri-kanan, depan-belakang sahaya sedang moncer bersaing menyuntukkan diri dalam mengaktualkan hobi, memelihara binatang piaraan. Burung, anjing, kucing, ular, ayam, dan ikan, hanyalah sebagiannya. Biayanya, bisa melebihi anggaran pendapatan dan belanja keluarga menengah ke bawah. Sesekali ikut menikmati kegemaran mereka. Hingga, sekali waktu Guru Han mampir menengok, tutur pun menguar, "betapa mahalnya sejumput kesenangan, padahal yang dibiayai itu adalah terungku diri.". Sebab, kata Sang Guru, "begitu piaraan-piaraan itu raib dari tuannya, keriangan pun ikut gaib. Kalut pikir dan rusuh hati menyata. Alamat tidak bahagia. Sekali lagi, kesenangan dan kebahagiaan unjuk nyata dalam perbedaan". Lalu, Guru Han mengunci, "kesenangan serupa ruang memiliki, kebahagiaan sebentuk ranah menjadi".

Senin, 09 Oktober 2017

MATA

Sahaya telah menggunakan dua biji mata buat melihat kesempurnaan atas apa yang dibikin. Tetapi, apa lacur, nampak saja ada orang lain menemukan kekurangan dalam bikinan itu. Karenanya, Sang Guru bersabda, "semestinya, dibutuhkan mata orang lain guna menyempurnakan buatan diri". Pun, disambarlah oleh Guru Han umpan sabda itu, dengan penabalan tutur, "mata orang lain, lebih tajam telisiknya pada diri, tinimbang mata sendiri. Jika ada insan yang memataimu, bersyukurlah".