Rabu, 09 Januari 2013

ALTO MAKMURALTO


SEKALI LAGI, DUA JEMPOL UNTUKNYA
Oleh Sulhan Yusuf

            Dua Jempol Untuknya (Nala Cipta Litera, 2010) adalah novel yang pertama ditulis oleh Alto Makmuralto. Saya meski bukan seorang novelis, hanya penikmat-pembaca novel, awalnya tidak menyangka seorang Alto Makmuralto menulis sebuah novel. Pasalnya, sependek pengetahuan saya, tulisan-tulisannya selama ini yang dimuat dalam berbagai media cetak lebih fokus membincang tema-tema gerakan sosial, ekonomi-politik dan budaya. Apalagi bukunya yang pertama, Dalam Diam Kita Tertindas (Paradigma Insitut, 2009), lebih merupakan karya yang bertemakan gerakan sosial.
            Sekali waktu, saya berbincang dengannya, tepat setelah buku Dalam Diam Kita Tertindas, kami terbitkan di Paradigma Insitut, Alto mengemukakan niatnya untuk menulis novel. Saya sendiri rada percaya dan tidak percaya akan keinginan itu, meski saya tetap saja mendukungnya, termasuk kelak diterbitkan lagi lewat Paradigma Insitut. Dan setahun kemudian, novel itu benar-benar jadi, tetapi diterbitkan lewat Nala Cipta Litera – yang digawangi oleh seorang sahabat, Muhari Wahyu Nurba—yang memang seorang sastrawan di daerah ini.
            Saya mungkin agak istimewa setelah novel itu terbit, sebab setelah Alto memperoleh satu eksamplar sampelnya, novel itu langsung dihadiahkan kepada saya – sambil diberi catatan pengiring, dari penulis buat kak Sulhan Yusuf, semoga bermanfaat, Alto, 27 April 2010—sambil berpesan sekaligus berharap diberi tanggapan. Mungkin karena saya amat berbahagia dengan kado itu, saya pun langsung tancap membacanya. Tiga hari kemudian, saya ketemu lagi dengannya, dan tanpa diminta saya pun berkomentar tentang novelnya itu.
            Bagi saya, setelah membaca novel itu, tentu dengan segala kekurangan yang saya miliki, hanya bisa memberikan komentar sebagaimana pada umumnya seorang penikmat, bukan komentar sebagai seorang novelis, ataupun sastrawan. Saya pun sampaikan pada Alto, bahwa bagi generasi mendatang – khususnya bagi kaum urban mahasiswa—yang ingin mengetahui dinamika kehidupan dunia kemahasiswaan-kaum urban tahun 2000-2010, cukup membaca novelmu sebagai salah satu acuan, khususnya disekitaran wilayah Universitas Negeri Makassar.
            Dan sebagaimana biasanya, setelah novel Alto ini diterbitkan, maka permintaan diskusi buku-novel pun berdatangan. Juga resensi di koran-koran, komentar-profil di media terhadap penulisnyapun bermunculan. Saya sendiri mengira nasib novel itu hanya berakhir sampai di sini. Bahkan Alto sendiri, dalam beberapa kesempatan perbincangan, sering mengutarakan niatnya untuk menulis kembali novel, meski hingga saat ini belum terwujud.
            Seiring dengan perjalanan waktu, sembari menunggu novel yang dijanjikan itu, beberapa waktu yang lalu, tiba-tiba Alto memberi kabar lewat SMS tentang nasib novel Dua Jempol Untuknya. Kabar itu tertulis;" Alhamdulillah, novel Dua Jempol Untuknya terpilih sebagai salah satu peserta dalam program pelatihan penulisan untuk katagori novel, oleh Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), yang diadakan tgl 11-16 Juli 2011 di Bogor. Terimakasih atas dukungannya selama ini." Saya pun mengucapkan selamat kepadanya.
            Meski novel itu bukan karya saya, tetapi kebahagiaan tetap menaungi saya, tentu apalagi penulisnya, pasti akan lebih bahagia lagi. Dan hampir waktu yang sama Alto pun terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar HMI-MPO periode 2011-2013 di Kongres Pekanbaru, tetapi ini yang mungkin agak berat baginya, karena jabatan di HMI-MPO adalah sebuah amanah, yang pertanggungjawabannya secara vertikal dan horisontal.
            Dalam waktu yang tidak terlalu lama, tepatnya hari ini (16 Juli 2011) saya iseng-iseng kontak Alto, karena memang saya berkepentingan akan suatu hal, yakni adanya keinginan untuk menerbitkan buku dari tesis Sabbara, tetantang Ideologi Khittah Perjuangan HMI, dan juga tesis yang baru saja selesai diujikan dari Abdurrahman, tentang Sejarah HMI-MPO Cabang Makassar. Betapa terkejutnya saya, karena ternyata Alto lagi “nyantri sastra” di MASTERA yang sudah berlangsung 5 hari di Bogor, dan akan berakhir hari ini. Saya hanya memberi selamat, sambil nunggu-nunggu kabar berita dari acara itu.
            Kabar berita itu pun datang, lewat SMS Alto menulis;”Luar biasa, materi-materi training MASTERA novel ini. Dan yang paling luar biasa adalah sastrawan-sastrawan besar seperti Ahmad Tohari, Putu Wijaya, Seno Gumira Ajidarma, Asma Nadia, dan mereka langsung mengomentari naskah-naskah kami satu per satu. Ada pula sastrawan-sastrwan dari Malaysia, Singapura dan Brunei, yang jadi pembimbing kami. Mereka-mereka sungguh jadi guru yang baik, yang mengkritik naskah kami dengan cara yang halus, santun dan tak menggurui. Sesekali mereka juga memuji bila tulisan kami bagus. Mereka orang-orang besar yang sangat rendah hati, terbuka, dan mau berbagi ilmu. Sungguh jauh dari sikap arogan apalagi sombong. Sayangnya, training khusus novel semacam ini hanya satu kali dalam 5 tahun, dan pesertanya sangat terbatas. Hanya 18 orang yang mewakili 4 negara melayu.”
            Saya yang hanya kebagian SMS semacam ini, hanya bisa berharap, khususnya pada Alto, bahwa semoga pada 5 tahun yang akan datang, Alto juga sudah menjadi salah seorang dari pembimbing MASTERA novel ini. Tentu, amat banyak yang harus dilakukan, dijalani untuk sampai pada alam pikiran itu. Tetapi, setidaknya pijakannya saat ini sudah ditapaki jalannya.
            Sewaktu saya tulis catatan ini, tiba-tiba adalagi SMS kiriman dari Alto; “ MASTERA untuk puisi diadakan tahun depan. Syaratnya, harus ada kumpulan puisi yang terbit dan kumpulan puisi yang belum terbit, untuk kemudian diseleksi oleh Mastera Pusat. Siapkan memangmi teman-teman untuk berlaga supaya naskahnya lulus seleksi... O iya, pak Ahmad Tohari memuji novel Dua Jempol Untuknya, dan mengatakan kalau novel itu sangat bagus dan harus diterbitkan ulang, dan dia siap beri endorsmen. Pujian itu beliau sampaikan di dalam forum yang dihadiri oleh para pembimbing dan peserta. Pujian itu membuat saya gemetaran dan sangat kikuk, apalagi karena  pak Tohari menghubung-hubungkannya dengan posisiku sebagai Ketua umum PB HMI-MPO. Ah jadi malu.”
            Saya hanya membalas SMS-nya Alto dengan menulis; “Ente tidak perlu malu, karena bukanji malu-maluin, apalagi memperbesar kemaluan, he..he..he..”. Lalu apa balasan Alto ? “wakakakakak....”. Sekali lagi, Dua Jempol Untuknya, tetapi beberapa jempol untuk penulisnya, Alto Makmuralto. 
Akhirnya, yang kuimpikan datang jua, sebab Alto memenuhi ajakanku untuk mengunjungi Bantaeng, guna berbagi pengalaman. Tepatnya, saat di Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan bekerja sama dengan KOSKAR PPB mengadakan Sekolah Menulis, 11-12 Januari 2014, bertempat di Rumah Baca Boetta Ilmoe. Alto hadir dengan semangat altruis untuk berbagi, setidaknya itu menurutku, karena di saat yang sama kedua orang anaknya sementara sakit dan rawat inap di Rumah Sakit Pendidikan Unhas. Saya harus mengajukan jempol lagi untuknya, untuk momentum kehadirannya di Bantaeng, hal ini sejenis amunisi agar gerakan lierasi di Bantaeng makin berkibar.Wallahu Alam Bissawab.

0 komentar:

Posting Komentar