Minggu, 20 Januari 2013

PERAN MAHASISWA DALAM MEMBANGUN DEMOKRASI ETIS



PERAN MAHASISWA DALAM MEMBANGUN DEMOKRASI ETIS*)
 Oleh Sulhan Yusuf
                
 Ada tesis yang sudah cukup mapan, bahwa mahasiswa adalah salah kelompok masyarakat yang senantiasa berperan dalam perubahan. Pertanyaannya adalah, mengapa mahasiswa harus terlibat dalam proses perubahan? Setidaknya, menurut Arbi Sanit, ada lima faktor yang mendorong mahasiswa untuk bergerak. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, proses sosialisasi politik terlama di antara angkatan muda.
                Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik melalui akultrasi sosial budaya yang tinggi di antara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki nilai lebih – elite kaum muda. Kelima, seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai permasalahan masyarakat.
                Dari kelima faktor tersebut, menyebabkan dengan sendirinya mahasiswa dikagarikan sebagai kelompok strategis. Saking stratgesnya posisi mahasiswa tersebut, maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa adalah salah satu kekuatan politik-perubahan meskipun tidak terlembagakan, dalam artian bukan lembaga politik, apalagi politik praktis. Makanya, yang paling mungkin bagi mahasiswa adalah menjadi kekuatan moral-etis, include mendorong lahirnya atau bahkan turut membangun proses demokrasi yang etis.
                Masalahnya kemudian adalah, dalam dimensi kekinian wajah dunia kemahasiswaan seringkali sangat buram. Mulai dari situasi yang tidak lagi memungkinkan tumbuhnya sikap kritis, anarkis hingga prilaku tidak demokratis. Fakta-fakta semisal, mereka hanya sibuk dengan dirinya, perkelahian antar mahasiswa, demo bayaran, sikap reaksioner, hanyalah segelintir persoalan yang sudah dipastikan akan dapat membunuh karakter mahasiswa sebagai kelompok strategis untuk sebuah perubahan.
                Lalu bagaimana dengan realitas sosial kita dalam kaitannya dengan masyarakat yang demokratis, sebagai cerminan indikator kemajuan sosial-politik masyarakat? Iklim demokrasi kita saat ini adalah iklim demokrasi yang keropos. Keropos karena disebabkan olehnya adanya parasit demokrasi yang sangat berpotensi membunuh demokrasi. Setidaknya, menurut  Boni Hargens ada tiga kelompok  parasit demokrasi, yaitu; parpol, politisi korup dan penegak hukum yang curang.
                Parpol kita absen dalam melakukan tugas pendidikan politik, sosialisasi politik, serta agregasi dan artikulasi kepentingan. Akibatnya, parpol hanya akan melahirkan politisi yang korup dalam berbagai lembaga negara. Ditambah lagi dengan penegak hukum yang curang, yang hanya bekerja untuk menghukum orang yang tidak menguntungkan secara ekonomi, kekuasaan, dan sebaliknya memelihara orang-orang yang menguntungkan secara ekonomi-politik.
                Parpol kita yang hanya bagi-bagi kekuasaan, lembaga politik (DPR) yang mandul, polisi dan jaksa yang bersetubuh mencari kenikmatan materi, adalah realitas keseharian yang amat mudah kita saksikan.Pada konteks inilah ketelanjangan kerusakan terlihat dengan sangat jelas. Lalu gugatan yang patut diajukan adalah bagaimana jadinya ketika mahasiswa yang merupakan kelompok strategis untuk sebuah perubahan, hanya sibuk dengan dirinya, reaksioner, kerjanya tawuran, membela yang bayar, bertemu dengan parasit demokrasi di masyarakat? Jawabannya sangat pasti, masyarakat akan mati.

*) Disajikan sebagai pokok-pokok pikiran dalam diskusi lesehan di Pelataran FPMIPA UNM yang diselenggarakan oleh LKIMB UNM, 10 Desember 2009.

0 komentar:

Posting Komentar