Minggu, 28 Juni 2015

TAKUT-BERANI


" Berhati-hatilah terhadap orang yang menyatakan dirinya sebagai penakut. Sebab, sesungguhnya ia hanya menyembunyikan keberaniannya. Sebaliknya, jangan terlalu percaya pada orang yang selalu mengumbar keberaniannya. Karena, pada galibnya orang itu menutupi ketakutannya." Demikian Guru Han bernasehat, kala menonton bersama sahaya, atas suatu tayangan berita di televisi yang menyajikan keberanian sekelompok orang atas warga lainnya, hanya karena berbeda pandangan dalam memperebutkan perhatian Tuhan. Dan, di saat yang sama, warga yang teraniaya tak bisa berbuat banyak atas kekerasan itu.

Sabtu, 27 Juni 2015

REMEH


Selagi jalan santai, menghirup udara subuh, kebeningan embun masih berkilau. Di perbatasan subuh dan pagi, secara samar sahaya menemukan uang receh lima ratus rupiah. Sahaya mengabaikannya, toh uang sebesar itu tak banyak lagi gunanya, bahkan peminta-minta pun jika diberi, juga ogah menerimanya. Dan, anak sekolahan pun tak bisa berbuat banyak menghadapi jajanan yang tak terjangkau. Guru Han agak risau dengan sikap ogah-ogahan ini, tutur pun meluncur deras: " Penyakit utama saat ini, salah satunya, selalu menganggap remeh yang kecil, termasuk barang dan perbuatan kecil. Selalu saja barang dan perbuatan dilihat dari kuantitasnya. Padahal, biar dikau punya uang sejumlah satu milyar, tapi kurang lima ratus rupiah, tetaplah tidak cukup semilyar. Pun tidak sedikit perbuatan kecil diremehkan, padahal berjebah peristiwa besar terjadi, baik yang benar maupun salah, awalnya dipantik dari hal kecil yang diremehkan."

Kamis, 25 Juni 2015

PETASAN


Ceramah tarwih sementara berlangsung, sang Ustads lagi berapi-api membakar semangat jamaah untuk berburu pahala di bulan suci ini. Tiba-tiba, ada suara ledakan, rupanya segerombolan anak yang masih semenjana usianya memborbardir halaman mesjid dengan suara petasan yang memekakkan telinga menggetarkan jantung. Sahaya melihat penceramah agak kaget dan nyaris lupa apa lanjutan ujarnya. Guru Han yang ikut mendengarkan nasehat janji pahala pun berbisik: “ Anggaplah anak-anak yang meledakkan petasan itu, menguji nyali kita yang berada di mesjid untuk terbiasa mendengar suara letusan. Soalnya, di bagian bumi yang lain, saban waktu sering terjadi ledakan bom di dalam mesjid, atau bagaimana suara-suara senjata yang bertalu-talu di negeri-negeri muslim yang lagi tidak stabil negaranya. Dan, tidaklah perlu mengutuk anak-anak itu sebagai anak kurang ajar, sebab mereka mengolah kegembiraannya dengan cara kekanakan bersama bulan Ramadhan. Yang perlu diprihatinkan adalah, orang dewasa yang masih kurang ajarnya, sebab tetap menyediakan petasan.”

PENGHORMATAN


Pada galibnya sebuah perhelatan resmi, selalu ada acara sambutan-sambutan dari pihak-pihak yang didaulat. Dan, dalam setiap sambutan, selalu disertakan penghormatan kepada hadirin berdasar status jabatan yang melengket pada diri seseorang. Walhasil, hadirlah seseorang, yang tidak lagi dihormati secara khusus, sebab ia tidak lagi menjabat suatu jabatan, maka penghormatan pun yang ia terima digolongkan sebagai hadirin saja. Sahaya meraba rasa yang bergolak atas peristiwa mantan pejabat itu, menjabat tangannya dengan leluasa, sebab orang ramai tidak lagi menyemutinya, Guru Han pun ikut serta, lalu bertutur: " Syukur yang tak terhingga, tatkala masih bisa menjabat tangan, bahkan memeluk jiwanya, sebab tiada lagi jabatan yang membuat berjarak. Jabatan yang melengket, bisa memisahkan seseorang sebab harus berjarak. Keberjarakan adalah keterpisahan. Maka bersyukurlah kalau tidak ada lagi jabatan yang melengket, sebab benar-benarlah telah menjadi manusia. Bukankah segala yang melengket pada diri adalah daki? Manalah orang suka pada manusia yang berdaki, meski berdasi. Lagian, jabatan itu, sejenis daki, bukan? "

Senin, 22 Juni 2015

UGAL-UGALAN


Lama nian tak mengunjungi mesjid di sudut kampung yang sudah tergolong tua itu. Bermaksudlah menunaikan shalat tarwih dengan segenap jamaah yang masih bersetia dengan kerentaan mesjid. Sahaya, malam itu, sekuat rasa ingin menikmati khusyuknya ibadah tarwih. Namun apa lacur, justeru kesulitan mengikuti lajunya irama shalatnya imam, terlalu cepat. Bayangkanlah, untuk Surah Al-Fatihah, cukup dua kali tarikan nafas. Tersengal-sengallah orang yang sudah berumur, namun disukai oleh kaum muda. Guru Han yang ikut berjamaah, selepas tarwih pun berkomentar: " Apa yang dikau alami tadi, persis seperti kita naik mobil yang supirnya ugal-ugalan. Susahlah para penumpang menikmati perjalanan, memandangi indahnya panorama, sebab yang terpikirkan hanyalah ulah sang supir. Meski ada juga penumpang yang suka dengan ulahnya, karena cepat sampai di tujuan. Ini adalah sejenis ritus keagamaan yang berorientasi tujuan, yang penting sampai, selesai perintah."

Jumat, 19 Juni 2015

BUKA-SAHUR


Pada hari ketiga Ramadhan, seorang kisanak beserta putranya, yang kisaran usianya barulah 10 tahun, bertandang ke mukimku. Disampaikannya laku anaknya itu, yang saban hari ikut puasa, namun yang selalu ia tanyakan saat bangun pagi, apa menu berbukanya, dan kala dibangunkan sahur apa makanannya. Teringatlah pula pada anak sahaya yang usianya nyaris terpaut dengannya, ulahnya hampir sama pula, hanya menanyakan menu buka dan sahur. Guru Han yang menyata di kisaran kami pun bertutur: " Memang demikianlah adanya anak-anak, mereka memahami puasa sebatas menahan makan dan minum, maka wajarlah kalau oroentasinya hanyalah menuntaskan rasa lapar dan hausnya. Bukankah jiwa mereka masih bersih? Belumlah dapat dihisab dengan ganjaran pahala? Anak-anak yang masih suci, tak perlu ganjaran pahala, wong sudah suci. Akan halnya orang dewasa, yang terkadang berlaku kekanak-kanakan dalam berpuasa, masih suka pula bertanya menu apa dan di mana buka puasa dan sahurnya. Wahai orang dewasa, dikau bakal dihisab, maka butuhmu akan pahala bisa membebaskanmu, dan percayalah, bila berpuasa sebentuk puasanya anak-anak, jiwamu bakal tidak bersih, meski ragamu sudah dikau bersihkan sebersih-bersihnya.

Kamis, 18 Juni 2015

PENCERAMAH


Sebagai pengurus mesjid dekat rumah, seksi dakwah, sahaya juga kena giliran ceramah tarwih dan kultum subuh pada malam ke-29 Ramadhan. Sebagai penceramah yang merindukan fans pendengar, kondisi ini sejenis bencana. Betapa tidak, sulit rasanya membayangkan di hari terakhir Ramadhan, jamaah mesjid tinggal segelintir, apatah lagi dibandingkan dengan pekan pertama Ramadhan. Ibarat pemain bola, sahaya hanya menjadi cadangan, dan masuk pada injuri time, menit-menit terakhir. Benar-benarlah gunda bagi penceramah yang menuntut bludaknya jamaah. Guru Han terkekeh, lalu bersabda: " Usahlah risau dengan jamaah tarwih yang makin menyusut di akhir Ramadhan. Meski hanya beberapa orang saja, namun itulah yang paling orisinil, jemaah yang bersetia hingga akhir Ramadhan. Kesetiaan pada suatu keadaan yang tidak menguntungkan secara material, memang telah menjadi sifat dan karakter langka di negeri ini. Bersetialah dikau pada nurani penuntun jiwamu."

Rabu, 17 Juni 2015

TREND


Subuh pertama bulan Ramadhan tahun ini, sahaya agak telat ke mesjid dekat rumah sebagaimana lazimnya. Jamaah subuh membludak, mesjid penuh sesak. Nyaris saja pulang, sebab tidak ada lagi shaf yang kosong, untung bisa menyelinap masuk, menggeser sedikit jamaah lain. Dalam keheranan yang demikian takjub, Guru Han menyindir: " Taklah perlu dikau heran, apalagi kecewa karena nyaris tak ikut shalat berjamaah, toh yang semisal ini hanyalah fenomena awal Ramadhan. Sepekan pertama memang mesjid-mesjid nyaris penuh sesak, namun pekan-pekan berikutnya berangsur sepi, lalu normal kembali seperti sediakala. Bangsa kita adalah bangsa yang suka pada yang trend, trendy maksudnya. Kala musim batu permata menyeruak, orang ramai ikut-ikutan memburu bongkahan-batu. Percayalah, serbuan jamaah di awal ramadhan samalah hal nya dengan perburuan batu permata di awal musim batu, lama-kelamaan akan surut, yang benar-benar pencinta batu permatalah bakal bertahan dengan keindahan dan khasiat permata. Pun begitu dengan jamaah mesjid, yang mampu saja menikmati kesucian jiwa, bersetia hingga akhir Ramadhan."

Selasa, 16 Juni 2015

PESTA


Ziarah ke makam orang tua dan kerabat lainnya, silaturrahim dengan sanak keluarga guna saling bermaafan, adalah beberapa kebiasaan yang sahaya lakukan jelang bulan Ramadhan. Sehari lagi bulan Ramadhan ditabuh gendrangnya, pemerintah dan segenap ormas Islam telah bersepakat untuk mulai bersama, Guru Han pun tak alpa mewanti: " Sebab bulan Ramadhan itu adalah pesta ruhani, jalan mensucikan jiwa, maka dimensi ragawimu relatif terabaikan. Inilah kesempatanmu menekan keinginan ragamu, mengurangi makan minummu dan otomatis tingkat konsumsi pun menurun. Salah satu tanda yang nyata bagimu akan berkah Ramadhan, manakala pengeluaran untuk kebutuhan ragamu menurun drastis. Dan, kalau saja pengeluaranmu meningkat berlipat-lipat, koreksilah ramadhanmu kali ini."

Jumat, 12 Juni 2015

PUNYA





Kawanku yang satu ini suka sekali membagikan pengalamannya bertemu dengan para pemilik uang yang tak berseri lagi nomornya, saking banyaknya. Bahkan, didedahkannya beberapa nama yang sesungguhnya menjadi pemilik kota ini. Maksudnya, nasib kota ini ditentukan peredaran uangnya oleh segelintir pemegang duit. Sahaya yang amat sering kesulitan duit menjadi cemburu, bahkan sangat cemburu dan berniat merompaknya. Untung saja Guru Han mencegat di ujung niat dan bertutur: “ Memang mereka yang tak berseri lagi nomor duitnya itu, mungkin sudah punya segalanya. Namun, percayalah ada yang dikau punyai tak mereka punyai. Seperti halnya, banyak yang tidak dikau punyai tapi mereka punyai. Dan, keadaan semisal itulah yang menyebabkan, tidak perlulah merasa jadi warga kelas dua. Sebab, tidak menutup kemungkinan yang dikau punyai itu, tak mampu mereka beli dengan duitnya yang tak berseri nomornya itu. Sama seperti sulitnya dikau memiliki yang mereka punyai, karena nomor seri duitmu masih bisa dihitung dengan jari.”

PERTARUNGAN


Jumat kali ini adalah Jumat terakhir bulan Sya'ban, sebab kalau sesuai perkiraan, Jumat depan umat Islam telah memasuki bulan Ramadhan, maka berpuasalah yang menunaikannya. Sahaya duduk termenung di depan kotak ajaib, televisi. Sambil memolototi acara dari berbagai chanel, tertumbuklah pada selingan iklan, yang sesungguhnya bukan selingan, tetapi salah satu mata acara yang paling digemari khalayak. Di antara iklan-iklan itu, bergerombollah produk-produk yang bakal digunakan pada bulan Ramadhan. entah itu minuman, makanan, pakaian, sarung, peci dan tentu sinetron religi. Guru Han datang mendekat, lalu memijit punggung kesadaran sahaya, dituturkannya sabda: " Dikau hingga saat ini belum bersiap memasuki bulan Ramadhan, sementara para produsen sudah sejak pekan-pekan yang lalu telah memberondongmu dengan tawaran produk. Perlulah untuk saling mengingatkan bahwa para produsen itu memanfaatkan rasa lapar ragamu untuk mengeruk keuntungan yang tak terhingga. Jikalau dikau berpuasa dengan sepenuh jiwamu, dikau tidaklah butuh produk-produk itu, sebab semuanya hanya memenuhi keinginan ragamu. Memuaskan jiwamu kala berpuasa, berarti memaksa mereka bertekuk lutut di depanmu. Sesunguhnya berpuasa merupakan pertarungan antara godaan ragawi dan pelejitan jiwa."

Senin, 08 Juni 2015

SAKIT-DOSA


Dua pekan lebih sudah tertempuh, bersetubuh dengan tubuh yang kurang sehat, ngilu persendian, sesekali terasa demam, batuk ikut nimbrung, flu apalagi, ngajak pula kepala pening, sahaya lalu teringat akan khotbah para ustad, yng berulangkali ditabalkan, bahwa jikalau sakit datang, berarti menggugurkan dosa. Sambil mengevaluasi dosa-dosa yang membadan, Guru Han pun menghibur dengan tutur: " Tidak lama lagi bulan Ramadhan tiba, bulan suci yang mengsucikan hamba-Nya. Sakitmu itu, maknailah sebagai bab pengantar dari sebuah buku tebal akan penyucian di halaman-halaman Ramadhan. Bukankah hasil dari penyucian Ramadhan adalah lahirnya sosok manusia fitri, kembali pada fitrah, menjadi manusia baru, yang layak memakai baju baru di hari raya Idul Fitri?"

Sabtu, 06 Juni 2015

KEMUJURAN

Pada sebuah pertunjukan seni-literasi di tempat terbuka, yang berada di lokasi yang masih dalam tahapan pembangunan sejenis dermaga, menyemutlah para penikmat perhelatan, sehingga kursi yang disediakan tidaklah memadai, akibatnya para pengunjung pun seperti menonton layar tancap. Sahaya ikut berjubel, mendongak di sela-sela kepala yang lebih menjulang, sulitlah jadinya menikmati secara khusyuk. Padahal di sisi lain, ada tempat yang dihuni para pekerja, buruh bangunan lebih leluasa mengasup hiburan itu. Oh... Guru Han, apa penjelasanmu, akan hal ini? Tutur pun meluncur: " Di keseharian, para pekerja, buruh bangunan itu kelihatannya lebih menderita di banding keadaanmu. Namun malam ini, dari atas selasar rumah panggung seada miliknya, mereka lebih leluasa menikmati pertunjukan. Dikau hanya mendengar suara saja, tapi mereka mendengar ujaran kata-kata dan melihat semua gerak-gerik di atas panggung dengan mata telanjang. Pada kali ini, Tuhan lebih memihak kepada mereka, kemujuran mengguyur jiwa mereka. Begitulah cara Tuhan menunjukkan citra diri-Nya."

Senin, 01 Juni 2015

BENCI-SUKA

Seorang kawan moncer begitu saja meninggalkan persamuhan. Ia marah dan tidak setuju dengan apa yang sementara kami bincangkan. Pasalnya, kami merundingkan sisi-sisi kemungkinan akan kebaikan yang sementara dirintis oleh yang berkuasa di suatu daerah. Sahaya kalut memastikan apa yang dipikirkan oleh kawan itu. Nampaklah Guru Han menerobos pembicaraan: " Memang sulit bagi seseorang kalau kebenciannya terhadap sesuatu amat berlebihan. Padahal nasehat lama sudah menyatakan, bila benci sesuatu jangan berlebihan, dan kalau suka pun jangan berlimpahan. Benci berlebihan dan suka berlimpahan, bisa saja menjadi terungku jiwa, menggelapkan terangnya jiwa guna melihat kebeningan suatu perbuatan. Apatah lagi kalau mengambil kesimpulan, sebelum perbuatan itu diwujudkan. Benar-benarlah itu penyakit jiwa, dan sakit jiwalah bagi yang mengusungnya."