Senin, 31 Agustus 2015

NIRTAMPAK


Sahaya mengahdiri acara reuni yang digelar oleh SMA tempat menimba ilmu dulu. Ada kisaran tiga ribu alumni yang hadir, beragam angkatan, profesi dan tempat mukim mereka kini. Disediakanlah panggung buat arena silaturrahim, namun kelihatannya ada segelintir orang yang tak bisa menahan diri berebut di atas panggung perhelatan. Apatah lagi, panggung itu berubah menjadi arena bagi orang-orang penting dan bernasib baik dari alumni sekolah itu. Melihat kegaduhan panggung, Guru Han yang juga salah seorang alumni, namun bukanlah orang penting, apatah lagi tak lebih dari seorang gelandangan yang lebih suka bertualang, hanya sanggup bertutur lirih: “Dengan menggunakan penalaran logis, ketajaman pikiran akan mampu mengambil kesimpulan berdasarkan apa yang tampak ke permukaan, terkhusus pada apa yang dipentaskan di panggung, lewat ujar-ujar para pengusung kepentingan. Namun, lebih dari itu, perlu pula menilisik lebih dalam pada apa yang nirtampak. Sebab, dalam sebuah perhelatan yang rada nyerempet pada nuansa kepentingan, apapun bentuknya, lebih menarik mencermati apa yang bergolak di balik panggung. Hanya ketersingkapan batinlah yang bisa memastikan ke arah mana para pemanggung itu menambatkan kepentingannya.

Rabu, 26 Agustus 2015

OLOK





Tiga orang sahabat sahaya datang silaturrahim. Salah seorangnya bercerita tentang suasana tempat menimba ilmu yang punya pengajar bermasalah manakala gelar akademiknya terabaikan kala dipanggil. Kawan satunya memperlebar diskusi, dengan mengajukan pula pengalamannya bertemu dengan seorang yang bergelar bangsawan, tapi lalai memanggil sematan bangsawannya, tersinggunglah akhirnya. Sobat berikutnya melengkapi cerita, ada pula sosok yang punya seabrek gelar akademik, tapi lebih senang kalau dipanggil gelar bangsawannya. Guru Han yang sejak semula menyimak perbincangan ikut menyahut: “Seorang senang dipanggil dengan gelar yang menunjukkan kemuliaannya, dan bila orang alpa memanggilnya, marahlah ia. Maka berlomba-lombalah orang memanggil seolah memberi penghargaan, biar semua urusan segera selesai. Manakala panggilan itu disahutkan untuk menyenangkan yang punya gelar dan bagi si pemanggil bermaksud agar beres persoalan, itu sudah olok-olok baginya. Gelar-gelar telah mewujud menjadi olok-olok. Dan, kedua belah pihak saling menikmatinya.”

Selasa, 25 Agustus 2015

TERIMAKASIH





Dari kejauhan, terlihat Guru Han berjalan cepat menuju sahaya. Dengan nafas yang terengah, begitu tiba langsung saja  duduk dan menyambar secangkir kopi. Dengan sekali tenggak cangkir itu telah kosong. Sembari cangkirnya menunggu diisi, tersemburlah cairan lahar kata-kata: " Masihkah terucap teriamakasih dari dirimu, tatkala permintaanmu akan sesuatu tidak dipenuhi? Sejatinya, sebuah penolakan harus pula diterimakasihi, sebab itu juga sebentuk pemberian, semacam jawaban atas permintaanmu." Entah apa yang disuainya di perjalanan hingga meluncur tutur itu. Diam meresapinya adalah langkah terbaik.

Kamis, 20 Agustus 2015

KOSONG


Di malam Jumat yang berselimut berkah, sahaya bertandang ke mukim seorang sahabat. Pada salah satu pojok istananya, ada surga ruang baca yang nyaman buat berbincang tentang semesta pengetahuan. Oleh sobat, disiapkanlah secerek kopi dan tiga buah cangkir yang tanggung besarnya, cukup dua kali tenggak untuk menghabiskannya. Ada yang unik dari laku Guru Han, selalu saja sekali tenggak, kosonglah cangkirnya. Sebelum rasa penasaran menguap, pun bertuturlah ia: " Hanya cangkir yang senantiasa kosong yang berpeluang untuk diisi kembali. Cangkir kosong berarti siap diisi. Kosongkan cangkirmu, maka beragam macam air bisa masuk ke dalamnya. Kosongkan cangkir pikiranmu, maka beragam pikiran bakal menyapamu. Lapangkan cangkir zikirmu, maka kemegahan spiritual akan hadir mengurapimu."

KOPI


kopiku tak pahit pekat lagi
ada rasa asam menyusupinya
mungkinkan itu tetesan keringat petani
yang menyetubuhinya?


jika kopi tak pahit lagi
tersisalah asam keringat petani
mungkinkah ada waktu dini
yang terminum hanyalah keringat petani?

Rabu, 19 Agustus 2015

RENDAH


Di musim kemarau kali ini, kekeringan banyak menyapa belahan bumi. Kerontanglah tanaman, tidak sedikit maklhuk yang harus haus secara berjamaah. Maka pembicaraan tentang air pun menjadi tema yang tinggi ratingnya. Kerinduan akan air seolah menyamai kerinduan pada kekasih. Dan, saat sungkawa akan air menajam, Guru Han justeru bernasihat agar sahaya  mengambil ibrah, tuturnya: " Telah menjadi tabiat bahwa air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Makin rendah suatu tempat makin banyaklah air yang bakal tertampung. Bila air diibaratkan ilmu, maka ia selalu akan mengaliri orang yang merasa rendah ilmunya. Makin tidak merasa berilmu, akan semakin banyak ilmu yang bakal mengalir pada diri seseorang. Merendahlah, maka ilmu akan menyelimutimu.”

Senin, 17 Agustus 2015

PENJARA


Berdiri di depan penjara, pada sebuah keangkuhan bangunan yang kokoh dan angker karena ketuaannya. Sahaya bermaksud memasukinya, menengok seorang kawan yang beberapa bulan lalu masuk bui. Ada persyaratan prosedural yang harus dipenuhi barulah bisa membesuk, walau akhirnya terpenuhi jua. Guru Han yang ikut menengok, bertutur sepulang dari penjara itu: " Hakekatnya penjara adalah, orang luar tidak leluasa masuk, sementara orang dalam kesulitan keluar. Dan, tidak sedikit orang yang membangun penjaranya sendiri. Dengan membangun rumah yang megah, luas dan berpagar tembok tinggi dilengkapi kawat berduri dan CCTV. Penghuninya kesulitan untuk keluar berinteraksi dan orang luar tidak leluasa datang untuk bertamu, saking tingginya tingkat kewaspadaan si empunya rumah. Sesungguhnya, orang yang memenjarakan diri dalam kemegahan rumahnya, itulah cerminan dari jiwa yang sumpek."

Kamis, 13 Agustus 2015

SAPAAN

Seorang kawan kesal tak terkira, pasalnya karibnya yang begitu dekat, yang menulis buku luput mencantumkan namanya dalam deretan ucapan terima kasih. Pun sanak sahaya sama pula, uring-uringan tak berujung, soalnya saat pidato sambutan panitia acara, alpa menyebut namanya sebagai tanda penghormatan. Sesungguhnya, Guru Han ikut prihatin pada kisanak-kisanak, maka tutur pun melesat bak panah: " Yang butuh sapaan adalah manusiawi, hakekat kehidupan adalah saling menyapa. Kalaulah hanya lupa disapa, itu bukanlah bencana, karena setiap yang telah tersapa sudah bisa terukur kualitas sapaannya. Justeru yang belum tersapa itulah yang tak terbatas nilai bilangannya."

Selasa, 11 Agustus 2015

AMANAH


Ada seorang karib yang menduduki jabatan baru. Sedapatnya, jabatan itu sudah sejak lama menghampirinya, tapi selalu saja ada yang menghalanginya. Dan, ketika takdirnya tiba, jabatan itulah memeluk sahabat sahaya itu. Beragam sambutan atas amanah itu, namun tidaklah penting untuk dikomentari, lebih menarik kala menyimak tutur Guru Han: " Amanah selalu beriringan dengan kemuliaan, bila amanah itu dijalani sepenuh tanggungjawab atasnya. Hanya orang-orang yang menunaikan amanah yang dicatat oleh sejarah, sebab ia telah membuat sejarah. Dan sejarah akan amanah ini, layak diwariskan pada generasi berikut sebagai tempat bercermin bagi diri."

Minggu, 09 Agustus 2015

KAPASITAS


Entah sudah berapa ratus kali, sahaya mengikuti acara persamuhan pikiran. Dan, selalu saja bertemu dengan orang-orang yang dianggap penting, seolah keabsahan acara itu bergantung pada kehadirannya. Bila perlu, acara tertunda beberapa waktu buat menungguinya. Kesal dan sesal kadang bercampur aduk jadi bebal. Guru Han menyentakkan sabda, guna tetap dalam kesadaran yang khusyuk: " Di setiap acara, aneka macam penyebab sehingga seseorang mesti hadir. Ada karena jabatannya, ada pula sebab kapasitasnya. Percayalah, di acara berikut orang yang diundang kali ini karena jabatannya, lalu jabatan itu sudah tanggal, maka tidaklah mungkin akan hadir pada acara berikutnya, meski kali ini ditunggu berlama-lama. Bersyukurlah kalau dirimu hadir karena kapasitasmu, di acara berikut pasti dikau hadir lagi, sebab acara itu butuh kehadiranmu."

Kamis, 06 Agustus 2015

MALING


Pagi masih buta, subuh sementara bersiap memberikan tongkat estafet waktu pada fajar. Terdengar kegaduhan pada rumah tetangga sahaya, pasalnya ia kedatangan tamu tak diundang, maling membobol rumahnya. Tertegunlah ia, sulit diajak bercakap, hanya matanya yang berkaca-kaca menahan geram. Guru Han mengajak menjauhi rumah itu, lalu meluncurlah sabdanya: " Jikalau rumahmu tak ingin kedatangan maling, buatlah rumahmu itu tak menarik baginya, jauhkanlah dari segenap barang yang bakal ia curi. Dan, yang lebih penting dari itu, enyahkanlah dari rasa memiliki atas barang yang bakal dicuri, sehinga kalaupun tercuri dikau tidak merasa kehilangan. Rasa memiliki muaranya pada keraiban."

Rabu, 05 Agustus 2015

SAMPAH



Malam belum begitu matang, barulah kisaran seperempat perjalanannya. Sepulang dari berburu nafkah, sahaya menyaksikan seorang yang tak begitu waras mengais sisa-sisa makanan di tempat pembuangan sampah. Kuat duagaan, ia bakal menjadikan sisa makanan yang sudah jadi sampah itu, bakal menjadi santapan malamnya. Malang nian nasib sosok itu. Seiring pacu kendaraan, Guru Han mengiangkan sebentuk tanggapan dengan tutur: " Yang dikau saksikan itu, sekadar amsal dari sebuah permisalan bahwa hanya orang yang tidak waraslah yang mau memakan sampah untuk meenuhi kebutuhan jasmaninya. Demikian pula dalam dimensi keruhanian, tidak sedikit yang memakan sampah untuk memenuhi kebutuhan ruhaninya. Seumpama di dunia maya, lewat media sosial, tidak sedikit sampah ruhani yang bakal merusak jiwa kalau disantap. Fitnah, kebencian, kepalsuan yang tersimpul dalam hoax adalah wujudnya. Namun, tidak sedikit yang asyik menyantapnya, bahkan membagikannya pada khalayak. Ketahuilah, ini sejenis ketidakwarasan pula."

Selasa, 04 Agustus 2015

CERDAS


Pada hari lebaran idul fitri kali ini, setelah saling bermaafan sahaya berpisah dengan Guru Han, sebab pulang kampung, mudik lebih sepekan. Tak ada komunikasi selama di kampung. Setelah pulang dari kampung, bersualah kembali seperti sediakala, banyak cerita yang sahaya dedahkan termasuk bertemu dengan orang-orang cerdas yang begitu banyak berkeliaran di kampung. Seperti biasanya, begitu umpan pikiran tersaji, tentulah Guru Han menyambarnya dengan tutur: " Orang cerdas itu bukanlah seorang berada dalam kerumunan orang bodoh. Teiapi, ia yang berada dalam lingkungan orang cerdas dan bisa memahami kecerdasan orang lain."

Senin, 03 Agustus 2015

DOA


Hadirlah sahaya pada sebuah perhelatan persilatan pikiran, namun sebelum dimulai, doa akan kesuksesan acara pun dipanjatkan oleh seorang yag spesial pembaca doa setiap acara resmi. Lantunan doa disyahdukan sedemikian retoris nan puitis. Kali ini Guru Han agak usil usai pembacaan doa, tuturnya: " Setiap doa yang dipanjatkan hanya untuk memukau hadirin, sehingga hampir saja disambut tepuk tangan saking memikatnya, hanya akan sampai di situ saja. Sebab, tujuannya memang untuk menghibur dan pelengkap acara. Doa yang diucapkan dengan ujar-ujar retoris-puitis belaka, hanya akan bertengger di daun telinga saja."