Sabtu, 23 Januari 2016

MAKANAN-MINUMAN


Di senja hari Sabtu, pada sore yang lembut, jelang terungku malam, kawan-kawan berkumpul di selasar mukim sahaya. Bermaksudlah mereka merancang malam mingguan, sejenis pesta yang simpleks. Maka perdebatan pun tak bisa dielak, tentang jenis makanan dan minuman serta tempat persamuhannya. Guru Han nampaknya punya jadwal sendiri, namun kali ini ikut mengalah. Walakin sebelumnya sudah menohok tutur: " Usahlah ricuh dengan urusan kelezatan makanan dan kenikmatan minuman. Hentikanlah sahut-sahutan, toh.... yang dimakan dan diminum semuanya bakal jadi fases (tinja) dan urine.(air kencing)."

Jumat, 22 Januari 2016

KEKELIRUAN


Sesosok aktifis mampir di beranda pengetahuan sahaya, ia mengerang akan ketidakmampuannya lagi menghambat laju kekeliruan yang dibabarkan oleh seorang pemimpin di daerahnya. Pemimpin itu hanya yakin dengan jalan pikirannya sendiri, walau kekeliruan  telah menyetubuhinya. Guru Han mendehem, penanda akan angkat tutur, disabdakannya kemudian: " Bila dikau tak kuasa lagi menahan laju kekeliruan yang dilakukan seseorang, sekelompok ataupun sebangsa, maka bikinlah sesuatu yang menandinginya, itulah terapisnya. Dan, bukankah kekeliruan senantiasa dibutuhkan untuk menunjukkan kebenaran? Sekaligus hukuman bagi si pembuat keliru?."

Rabu, 13 Januari 2016

LAPAR


Di beranda semedi sahaya, kedatangan seorang karib. Karib yang satu ini tampilannya lumayan sejahtera, tubuhnya berisi, perut agak menonjol bergelambir lemak. Dia baru saja keliling kota untuk berbagai macam keperluan. Diceritakannya rasa lapar yang melandanya, hingga gemetar sampai di rumahnya. Dan disantaplah apa saja yang bisa segera mengusir lapar itu. Guru Han yang menyimak cerita itu terkesimak dan terkecoh, sebab menurutnya: " Manalah mungkin orang badannya kekar dan bergelambir lemak bisa lapar. Sebab, biasanya lapar itu identik dengan kekurusan. Benar-benarlah ada pelajaran baru, bahwa lapar itu bisa dirasakan oleh siapa saja. Bukan bergantung pada besar kecilnya atau gemuk dan kurusnya badan seseorang."

Selasa, 12 Januari 2016

RACUN


Persamuhan pun digelar pada sebuah warkop di pinggiran kota. Bertiga saja, seorang karib, sahaya dan tentunya, sesosok yang selalu lengket bak perangko. Di depan kami tersaji dua cangkir kopi. Agak ragu untuk menyeruputnya, soalnya terbayang peristiwa, seseorang yang minum kopi Vietnam lalu mati. Kopi beracun biangnya. Guru Han yang tidak nafsu mereguk malam itu cuma duduk saja, namun tetap menabalkan sabda: " Kasus kopi beracun yang mematikan itu, mudah menyentak kesadaran akan bahayanya. Tapi, kalau pikiran, fitnah yang terbungkus informasi, itu sejenis racun juga, yang gentayangan di dunia maya dan nyata, banyak yang abai. Padahal, fitnah itu juga meracuni jiwa. Membunuh ruhani. Akibatnya, banyak di antara kita telah menyerap racun fitnah dan jiwa pun modar."

Senin, 11 Januari 2016

SALAM


(pada guruku: Abdul Salam Kari yang mengabadi hari ini)

keselamatan menantimu di padang syafaatnya
berlaksa shalawat telah dikau lantunkan
sepadan dengan namamu: Salam


mata basah di terik surya
kali ini tak ada puisi untukmu
pun baitbait epigram
apatah lagi seutuh esai

karena dikaulah:
puisiku
epigramku
esaiku
10.01.16

Jumat, 08 Januari 2016

JISIM


Dalam perjalanan menuju tempat semedi, singgah dulu sejenak di kedai pulsa, buat isi pulsa dua puluh ribu rupiah. Sederet handphone di dalam lemari kaca, beraneka ragam bentuk dan mereknya. Iseng-isenglah sahaya menanyakan berapa harganya dari beberapa buah itu. Di luar dugaan, harganya murah sekali. Namun, si penjaga segera menyambar dengan menyatakan bahwa itu hanya casingnya saja. Rupanya cuma kulitnya saja. Di atas kuda besi, Guru Han yang memeluk setengah lingkaran di boncengan, berucap samar, seiring desau angin: " Negeri kita, tidak jauh amat karakternya dengan casing handphone itu. Yang di perbanyak adalah bungkusan, kulit kemasan saja. Lebih suka mengurus jisim (raga) dari pada isi (jiwa). Memang lebih mudah memoles jisim, apalagi untuk sebuah tipuan, buat menyihir mata. Karena negeri ini lebih berpandangan dunia jisim, maka negeri lain lebih mudah memperbudak kita, yang penting mereka mengelolah mata kita dengan segala macam tipuan sihir."

Kamis, 07 Januari 2016

KEAJAIBAN


Sesosok jelata melata, berkata terbata-bata. Didedahkannya masalah-masalah yang dihadapinya. Menurutnya, yang dialaminya sudah menggiringnya kepada tubir keputusasaan. Sahaya menjadi kolam penampung air mata gundahnya, Guru Han pun larut dalam genangan pergulatan gulana ini. Gumam pun ditabalkan: " Sesungguhnya masalah itu adalah pemantik api keajaiban. Keajaiaban hanya akan muncul pada kedalaman masalah yang menimpa, sampai pada tak terhingga lagi. Di tubir keputusasaan, merupakan wilayah terakhir dari hadirnya keajaiban. Menitilah di atas masalah, atau menarilah dalam khusyuknya, maka dikau akan menikmati percikan-percikan cahaya keajaiban. Karena, keajaiban itu manifestasi dari wajah ilahi. Dan, sosok yang diperciki kejaiban, merupakan insan citra ilahi."

Rabu, 06 Januari 2016

BUNUH


walakin dikau mengangkangi tanah suci
taklah sudi kesucian menghidumu

apa istimewamu
jikalau hanya mengulang ulah Qabil
membunuh Habil?

memang tragedi paling purba
membunuh saudara sendiri

benarlah tutur seorang pewaris Habil
"membunuh satu orang, sama saja
membunuh seluruh manusia"

Sabtu, 02 Januari 2016

KERUH-JERNIH


Sahaya menghadiri persamuhan sebuah perkumpulan dengan tajuk rekonsiliasi yang bertikai, mencari penyelesaian agar tidak lagi berpecah. Dalam bincang itu, terlontarlah kalimat-kalimat tentang oknum yang lebih suka kalau ada perpecahan, sebab dengan begitu, dapat mengambil keuntungan daripadanya. Semacam memancing di air keruh. Guru Han ikut nimbrung menyemangati perbincangan, dengan nada datar, tutur pun menukas: " Orang yang suka pada kekeruhan, ibarat ikan lele. Air keruh amat akrab dengan lele, karenanya bakal sulit ditangkap. Dan, bila di kejernihan air, benderanglah joroknya. Lain halnya dengan ikan arwana, suka pada kejernihan air, dan bisa mati dalam kekeruhan. Lagian, nilai eksistensial arwana, ketika berada di air jernih, aquarium. Orang yang solak pada kejernihan, bagai ikan arwana, mengantar pada kedamaian."