Kamis, 30 Januari 2014
IMLEK
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
17.02
Di Hari Raya Imlek kali ini, berondongan butir-butir hujan tetap mengguyur kotaku, sesekali angin mengencang. Ini penanda baik bagi yang meyakininya, lalu Sang Guru menohokkan sepenggal kalimat: " Han..., hari ini warga Tionghoa di negerimu berbahagia, mereka merayakan kebahagiaan, seperi dikau yang juga merayakan kebahagiaan di hari raya yang kau rayakan. Adakah kebahagiaan Hari Raya Imlek menjalarimu? Sedotlah auranya!"
Rabu, 29 Januari 2014
Lelakiku,
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
18.11
Javid Morteza, hari ini usiamu genap 9 tahun.
Lelakiku,
hari ini abimu hanya menghadiahimu
selembar sarung warisan kakekmu
untuk menghangatkanmu kala dingin menyusup
guna menutup auratmu saat sembahyang
berbekal selembar sarung warisan kakekmu
terbanglah di atasnya
gapai citamu
berselancar di cakrawala
jangan lupa jika tiba masanya
sarung itu dilipat kembali
dan akan kau kenakan lagi
ketika trah kakekmu harus dilanjutkan
Lelakiku,
hari ini abimu hanya menghadiahimu
selembar sarung warisan kakekmu
untuk menghangatkanmu kala dingin menyusup
guna menutup auratmu saat sembahyang
berbekal selembar sarung warisan kakekmu
terbanglah di atasnya
gapai citamu
berselancar di cakrawala
jangan lupa jika tiba masanya
sarung itu dilipat kembali
dan akan kau kenakan lagi
ketika trah kakekmu harus dilanjutkan
WAJAH
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
17.42
Sudah 3 pekan terakhir, berusaha menemui orang sebanyak mungkin, untuk keperluan sebuah program kerelawanan. Di sebuah instansi, rupa-rupa wajah kudapati. Di tengah keherananku, Sang Guru berbisik: " Han..., pancaran wajah adalah lukisan murni dari suasana hati. Hati yang sumpek bermuara pada kesempitan, yang lapang bisa jadi sesak, kusut pulalah pemilik wajah. Hati yang lapang bermuara pada kelonggran jiwa, yang sempit mewujud jadi lapang, pemilik wajah menjadi ceria, ada hasrat agar selalu ingin berbagi."
Jumat, 24 Januari 2014
SECARIK NARASI DARI BOETTA ILMOE-RUMAH PENGETAHUAN
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
17.24
Putih Abu-Abu demikian judul buku
ini kami dedahkan. Mengapa? Paling tidak ada lima yang mendasarinya. Pertama,
para penulisnya adalah anak-anak sekolahan -- Sekolah Menengah Atas (SMA) yang
konotasi seragamnya putih abu-abu -- tepatnya siswa-siswi SMAN 1 Bantaeng, saat
narasi puitis ini mereka buat.
Kedua, isi dari puisi-puisi
tersebut memang menggambarkan alam pikiran anak sekolahan di kisaran tentang
sekolahnya, rumahnya dan lingkungannya. Ketiga, asal muasal tulisan ini
berawal dari tugas menulis puisi dari guru bahasa Indonesia, yang “mengganjar”
mereka, sebab mereka melanggar aturan, agar menulis puisi.
Keempat, dunia mereka memang
rada putih, namun kadang abu-abu. Sesekali mereka mencerminkan “wajah putih”
peradaban, tapi kali lain menjadi “abu-abu”, karena lingkungan membuatnya demikian.
Kelima, mereka adalah anak sekolahan yang menjadikan Boetta Ilmoe-Rumah
Pengetahuan sebagai rumah singgahnya. Di Boetta Ilmoe mereka diberi ruang
alternatif untuk mengembangkan warna “abu-abunya”. Sebab di sekolah mereka
lebih diarahkan agar selalu menjadi “putih”.
Siswa-siswi yang menulis di buku ini adalah juga anak-anak di Komunitas
Boetta Ilmoe. Kehidupan sekolah yang begitu rigid, disiasati oleh kehidupan Boetta
Ilmoe-Rumah Pengetahuan yang lebih lentur-santai. Maka bait-bait naratif
berikut ini menjadi sejenis “lahan pertikaian”, antara Sekolah dan Boetta
Ilmoe. Kami ajak untuk menyimaknya.
RAGAM
Duhai anak-anak negeri yang berseragam
putih abu-abu, mengapa masih saja enggan meminum anggur kehidupan yang
kutawarkan, walau hanya secawan. Ataukah madu pencerahan, walau hanya
sesendok. Begitupun juga api kreatifitas, walau hanya sebagai pemantik.
Memang amat susah bagimu memilih, padahal ada
sekian banyak pilihan. Engkau lebih suka pada yang serba seragam, seperti
seragam yang engkau kenakan, putih abu-abu.
Padahal seragammu kini, hanyalah akumulasi dari
seragam-seragam sebelumnya. Ketika engkau di Sekolah Dasar, engkau diseragamkan
dengan putih merah. Ketika engkau di Sekolah Menengah, pun masih diseragamkan
dengan putih biru.
Makanan, minuman dan tempat tujuanmu pun sudah
seragam. Makanan pavoritmu, pizza. Minuman kesukaanmu, coca cola. Tempat
pelesiranmu, mall.
Wajarlah kalau pikiranmu pun serba seragam. Engkau
amat sulit menerima yang beragam. Kuingatkan kembali, bahwa hidup ini
pijakannya adalah beragam dalam keragaman. Yang demikian itu adalah takdir
kehidupan. Bukankah kita ditakdirkan untuk beragam, dan itu firman Yang Maha
Penakdir.
Terakhir, masih saja ingin kutawarkan padamu, dan
kunyatakan padamu, bahwa pelangi masih lebih indah dari warna seragammu. Meski
engkau tumpuk mulai dari Sekolah Dasar, Menengah hingga Atas. Sebab, hanya
selalu dua warna yang mengiringi pertumbuhanmu.
Orang-orang besar jiwanya, para utusan yang suci,
aktor-aktor perubahan, tidak tumbuh dalam didikan dua warna, tetapi dalam
banyak warna. Karena dengan mengenal banyak warna, mereka bisa membaca
sekaligus menaklukkan warna-warni kehidupan. Dan yang lebih penting untuk engkau
ketahui, mereka tidak pernah memakai seragam, apalagi berseragam dalam pikiran
dan tindakan.
Terakhir, tak elok rasanya jikalau kami tidak menghaturkan ucapan
terimakasih yang amat dalam pada: Abdul Wahid (guru bahasa Indonesia) di SMAN 1
Bantaeng) atas “ganjaran” pada anak-anak, yang kemudia telah berbuah pada karya
literasi, Kamaruddin (guru Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Bantaeng) yang
setia mengawal anak-anak Komunitas Boetta Ilmoe hingga masa akhir
persekolahannya, Saenal Asri dan Hijrah (uminya Chaca) yang menjadi orang tua
mereka di Boetta Ilmoe, Bunda Srie dan Bu Atte serta Yudhi Asman yang senantiasa menjadi inspirator, motivator
sekaligus mentor mereka.
Last but no least di tangan Badrul Sultan yang merampungkan naskah, Ince
A.Banthayank atas kontribusi desain sampulnya, Alam Yin yang tetap bersedia
melayout buku ini dan Dion Anak-Zaman dan Muhary Wahyu Nurba yang memberikan
endorsmennya serta seluruh pihak yang telah berkontribusi atas hadirnya buku
ini.
AIR
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
16.45
Guyuran hujan seharian melebihi dari biasanya, kampungku tergenang, air bah menyusup masuk ke mukimku, Sang Guru mengerti akan gundahku, lalu ia pun menghiburku dengan tuturnya: " Han..., perlakukanlah air bah itu sebagai tamumu. Air itu fitrahnya mensucikan, air suci dari semesta. Ia datang mensucikan mukimmu yang jorok. Sambutlah dengan riang, tersenyum saja, beramah tamalah dengan segala kesuciannya."
BAH
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
04.26
akhirnya jebol juga tanggulku
istanaku diurapi dengan basahnya
pertahanan terbaikku dilompatinya
sejumput harap berdamai dengannya
air bah sudah mengepung mukimku
tak ada kepanikan meruak
menata perabot perlahan
itu karena hanya punya seadanya
indah nian ibrah dari serangan bah ini
mengisyaratkan agar punya perabot
seperlu yang dibutuhkan
biar bah datang tetap bisa berdamai
Rabu, 22 Januari 2014
SURYA
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
21.15
berminggu sudah surya malas menghamparkan teriknya
meruanglah awan sajikan kelabu
meluangkan petir menjilati cakrawala
menyilahkan guntur menabuh gendang
di minggu ini
sudilah kiranya surya menampak
dedahkan terikmu
aku membutuhkanmu
ingin menjemur celana dalamku yang berjamur
janganlah sampai biji kehidupanku ikut berjamur
apalagi jika pohon hidupku turut berjamur
yang tak mungkin aku jemur
Selasa, 21 Januari 2014
JALAN
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
17.49
Dalam duka yang merasuk sukma, di perhelatan takziyah kerabatku, seorang ustads melengkinkan ancaman neraka bagi pendosa dan janji surga bagi ahli ibadah. Lamat-lamat kelembutan tutur Sang Guru menyelisik kalbuku : " Han..., mengenali lalu menjalani jalan-jalan dunia amat menyenangkan. Namun memahami jalan pulang ke keabadian akan membabarkan kebahagiaan. Temukanlah jalan pulangmu."
Rabu, 15 Januari 2014
ALTRUIS
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
16.55
Hujan deras mengguyur, angin ikut menemani, sesekali kilat menjilat, guntur turut mendehem, semesta melapangkan jalannya, memilih diam adalah jalan paling mungkin. Dalam kediamanku, Sang Guru menyambangi, terburu menyajikan wejangan, sabdanya: " Han..., ketulusan adalah mata pancing kebahagiaan. Berbuat adalah umpannya, sedangkan capaian merupakan tangkapannya. Tersenyumlah, sebagai penanda nyata kegembiraan akan hasil. Bergembira sembari tersenyum, itulah cara para altruis menyicil kebahagiaan."
Selasa, 14 Januari 2014
TOLERAN
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
15.56
Kala saya ingin beranjak ke suatu perhelatan, tiba-tiba saja hujan turun dengan derasnya. Hasrat pikir menggoda untuk mengurungkan langkah dan menjadikan hujan sebagai biangnya. Tapi Sang Guru menerabas hatiku dengan tohokan sabdanya: " Han..., hujan itu punya hak untuk turun membasahi bumi, seperti dikau yang juga punya hak untuk melata di atas bumi. Jadi, beramah-tamalah sesama penghuni semesta, bersiasatlah agar hujan turun, dan dikaupun memenuhi hasratmu. Kalian para penghuni semesta, berdamailah."
PEKA
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
02.41
Jalan-jalan subuh menjelang pagi, di keteduhan pohon-pohon sepanjang jalan, Sang Guru menyingkapkan satu sabda, lewat tuturnya: " Han..., lembutkan rasamu, jernihkan batinmu, beningkan hatimu, terangkan pikiranmu, biar semesta-cakrawala bicara padamu, tentang sedihnya, gundahnya dan getirnya. Itulah kepekaan dalam hidup, dan segera akan kau dapatkan satu hal: Semesta memercayaimu."
Kamis, 09 Januari 2014
ULUl-ALBAB
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
18.30
Sang Guru menyindirku, ketika gamang dengan realitas sekitar mulai menggodaku agar lebih realistis. Lalu mengingatkan aku pada sosok Ulul-Albab. Bilangnya: " Han..., ramaikan dirimu dalam sepi, sepikanlah di keramaian. Berkerumunlah di kesendirian, sendirilah di kerumunan. Demikianlah dalam memilih jalan, tidak selalu harus menjadikan pilihan orang banyak sebagai tirakah, wahai Ulul-Albab."
Rabu, 01 Januari 2014
TAHUN-BARU
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
17.40
Di malam tahun baru
banyak nian kembang api
memancarkan kilauan cahaya
bermiliar ongkosnya
Di masa yang tak berbatas
kerlipan bintang gemintang
tetap mengada
menggoda para penyair bersyair
Di malam tahun baru
ledakan petasan bertalu-talu
memekakkan telinga
membakar fulus
Di masa yang tak berbatas
dentuman guntur menggelegar
menggetarkan semesta
tetap damai di bumi
Di malam tahun baru
bunyi terompet bersahutan
iramanya tak karuan
mengacau keheningan
Di masa yang tak berbatas
tiupan sangsakala akhir zaman
mengakhiri kehidupan
berkumpul dalam keabadian
Langganan:
Postingan (Atom)