Selasa, 04 Februari 2014

RAHMAT ZAINAL: KEMBARA PIKIRAN



Adalah Rahmat Zainal, kawanku yang satu ini memang unik, dan itu pula yang sering kudengar dari kawan-kawan lainnya. Mengapa unik? Sebab, menurut banyak kawan, khususnya yang segenerasi dengannya, ia amat sulit dimengerti jalan pikirannya. Melompat ke sana ke mari, ibarat camar yang senantiasa bertengger di pucuk gelombang.

Saya bangga dan bahagia bisa mengenalnya, sebab darinyalah banyak belajar tentang hal-hal yang rumit, khususnya dalam banyak tema-tema pikiran yang berseliweran di alamatulhayat, jagat raya pengetahuan. Begitu saya menemukan beberapa tema-tema penting pemikiran yang sulit kumengerti, selalu saja salah seorang yang teringat adalah Rahmat Zainal.

Namun beberapa waktu tak bersua dengannya, mungkin kisaran dua bulan tak bersilat pikiran dengannya. Tiba-tiba kemarin, Selasa 4 Februari 2014, ia menelponku, dan menanyakan di mana posisiku. Dan saya pun menyahut, lagi di rumah, di Paradigma Ilmu. Ia pun berjanji untuk datang menjengukku. Kerinduan akan dengannya, akan segera terlunasi, ujarku membatin.

Setelah shalat Ashar, ia pun nongol dan seperti biasa, langsung ke belakang, ke pojok rumahku, sepetak surgaku, di ruang belajar-baca kediamanku. Saya menatapnya, terlihat masih seperti kemarin-kemarin unik dan agak liar hasratnya untuk segera berbincang. Dan persilatan pikiran pun mulai ditabuh gendrangnya.

Terlebih dahulu ia menanyakan keadaanku, yang amat sulit ditemui. Beda dengan waktu-waktu yang lalu. Dan saya pun nyatakan, bahwa sama sulitnya saya menemukanmu. Lalu saya pun mulai melakukan apologia, tentang sulitnya saya ditemui, karena seabrek kesibukan, khususnya di akhir pekan.

Saya bilang padanya, bahwa sudah hampir dua bulan terakhir ini, aktifitasku lebih banyak tercurah di Bantaeng, kampung halamanku. Aktitasku di Bantaeng makin meninggi seiring dengan makin kuatnya hasrat warga untuk semakin ingin menenggelamkan diri dalam pusaran gerakan literasi. Ditambah lagi dengan adanya program Kelas Inspirasi Bantaeng, yang oleh kawan-kawanku di Bantaeng mengamanahkan kepadaku sebagai koordinator.

Sebagai misal, tuturku, pekan yang lalu, Sabtu-Ahad, 1-2 Februari 2014, jadwalku amat padat. Jam 09.00 pagi berangkat ke Bantaeng, tiba siang 12.30. Istirahat sejenak, lanjut jam 14.00 mengisi acara dialog di FMB, hingga Ashar. Setelah itu, menjadi pembicara di acara Maulid Nabi di KOSKAR PPB, hingga malam mampir diskusi dengan panitianya, lalu pulang ke kota, tapi sebelumnya singgah dulu di kantor desa Rappoa, menemui Iwan Darfin, selaku kepala desa, agar beliau dengan sukarela terlibat sebagai relawan pengajar Kelas Inspirasi Bantaeng, dan alhamdulillah oke. Malam itu lanjut ke Boetta Ilmoe, ngobrol dengan kawan-kawan, lanjut nonton Liga Inggris dan tidur.

Esok harinya, hari ahad, jam 09.00, saya meluncur ke Tombolo guna mengisi perbincangan di Pesantren Literasi yang dilaksanakan oleh Rumah Baca Nusantara, hingga siang. Lanjut ziarah kubur di makam orang tuaku, lalu pulang, balik ke Boetta Ilmoe, sebab jam 14.00 siang harus rapat dengan relawan panitia Kelas Inspirasi Bantaeng, hingga Maghrib. Malamnya, ngobrol lepas di Boetta Ilmoe, dan subuh balik ke Makassar.

Saya membatin, sambil meraba rasanya, kelihatannya ia agak terpukau dengan ceritaku. Dan sebelum rasa pukaunya habis, pun saya paparkan lagi rencana akhir pekanku kali ini, Sabtu Ahad 8-9 Februari 2014. Bahwa Jum'at sore sudah berangkat ke Bantaeng. Pasalnya, hari Sabtu 8 Februari 2014, saya diminta untuk ceramah Maulid Nabi di sebuah Yayasan-Sekolah di Desa Bonto Tappalang, daerah pinggiran, yang letaknya sudah hampir berbatasan dengan Gowa. Dan itu berarti hingga sore, sebab kunjungan kali ini, baru pertama kalinya, dan ada keinginan untuk berkomitmen dengan sekolah itu untuk mengadvokasi tradisi literasinya.

Malam minggunya, ada rencana menarik bersama Dion dan anak-anak Komplen Bantaeng untuk ngumpul, nyanyi bareng-bareng, nge-Koes, sebagai cara untuk mengenang Murry Koes Plus yang wafat 1 Februari lalu. Esoknya, Ahad 9 Februari 2014, mulai jam 08.00 hingga 12.30 acara pelatihan literasi, Quantum Training bersama pelajar-pelajar SMA di Boetta Ilmoe, lalu jam 14.00 lanjut rapat relawan panitia Kelas Inspirasi Bantaeng. Rencana senin subuh balik ke Makassar. Makin terpukaulah Rahmat Zainal dengan ceritaku.

Lalu aku jedah bicara, maka ia pun segera menyambar waktu, untuk segera mengajukan jurus-jurus pikirannya, lewat silat teoritisnya yang bakal saya nikmati. Sebab seperti biasanya, selalu saja saya terbawa arus, ikut berselancar pada kedalaman lautan pengetahuannya. Persilatan pikiran pun makin seru, kembara pikirannya sulit saya hentikan. Banyak hal-hal baru merinsek pikiranku, menyaru tapak-tapak intelektualitasku. Sulit kutuliskan di sini bagian-bagian persilatan pikiran itu, namun satu kesimpulan yang ingin kudedahkan, bahwa kawanku yang satu ini tetaplah unik, kembara pikirannya belum berakhir, sesekali hanya bertengger di lakon-lakon padepokan pikiran yang tersebar di Makassar.

Saya baru sadar, bahwa kawanku yang satu ini, kembara pikirannya tak berbatas, hingga kampus-kampus pun tak kuasa memenjarakannya. Bayangkanlah, Rahmat Zainal telah tiga kali pindah kampus. Pertama di FISIP Unhas, lalu ke Bahasa UNM dan sekarang sementara berabuh di Aqidah Filsafat UIN Alauddin Makassar. Sekali lagi pindah kampus, hanyalah Universitas Jagat Raya yang bisa menampungnya.

Tak terasa, obrolanku dengannya, berlangsung hingga kurang jam 20.00 malam. Ia pamit, dengan segenap luka-luka dipikirannya, dan saya pun berdiam di rumahku, tentu dengan luka-luka pikiran yang sama. Ia memilih tetap mengembara, menelusuri lorong-lorong pengetahuan, untuk mengobati luka-luka pikirannya. Saya yakin dan percaya, luka-luka pikirannya akan segera sembuh, sebab sebelum kepulangannya, ia telah membawa beberapa buku resep obat yang bakal ia ramu, dan setelah itu ia akan berbagi denganku, hasil temuan ramuan resep pikiran itu. Di masa berikutnya, Rahmat Zainal, akan tetap kutunggu, guna bersilat pikiran, agar ada lagi luka-luka pkiran yang teraktuil. Luka di pikiran adalah bencana, tapi luka pikiran adalah rahmat dari-NYa, yang dimanifestasikan lewat Rahmat Zainal. 

0 komentar:

Posting Komentar