AirMataDarah
OLEH: M. Rajab
JELANG akhir pekan, saya janjian ketemu dengan seorang sahabat lama.
Sebab, kesibukan masing-masing lama nian tidak berjumpa. Akhirnya
disepakati untuk ketemu di kantor saya di sela-sela waktu dalam
menjalankan rutinitas. Seperti biasanya, kopi dan sesekali kepulan asap
rokok menyertai perjumpaan itu. Sahabat ini dalam kesehariannya
senantiasa bergelut dengan buku-buku, baik sebagai penulis, pembaca,
maupun sebagai penerbit. Sehingga, sebelumnya, saya sudah pesan untuk
membawakan buku yang seyogyanya saya harus baca.
Sesaat sebelum
jumatan kami bertemu. Dia menyedorkan buku kumpulan puisi: Air Mata
Darah. Ditulis oleh seorang yang banyak kami jadikan sebagai referensi
dalam pandangan dan pendapat. Buku yang berisi sehimpunan puisi yang
ditulis oleh beliau rentang waktu tiga tahunan. Saya membolak balik
bukunya, dan langsung membaca dan menghayati puisi: air mata darah.
Sebagaimana judul buku itu.
Fikiran saya menangkap kata kunci dalam
puisi ini: air mata, padang, pedang dan darah. Kata-kata ini mengarahkan
kita pada perang-pedang di sebuah padang. Saking tragisnya peristiwa
ini, sehingga digambarkan air matanya adalah air mata darah.
Kesedihannya, adalah kesedihan yang paling dalam. Mungkin pada peristiwa
itu, terjadi penganiayaan, terjadi pembunuhan yang tidak manusiawi,
terjadi pembantaian, kebenaran dimatikan, sehingga Sang Penyair
merasakan duka nestapa yang begitu dalam.
Seperti lazimnya, air mata
identik dengan kesedihan, duka, nestapa, terharu atau juga terkadang
kebahagiaan yang bisa mengalirkan air mata. Keadaan itu, menjadi efek
dari suasana kebatinan seseorang. Kalau dirunut pada bait syair ini,
menjelaskan bahwa air mata dalam puisi ini lebih karena kesedihan.
Sebagaimana pada puisi berikut ini :
Airmataku airmatamu airmatakita
Dan darah mereka
Tertampung di danau kesedihan
Taklah pernah cukup
Membasahi padang itu
Walakin sang padang
Dengan lakon kibasan pedang
Akan bersaksi kelak
Airmata dari berbagai penjuru
Taklah lelah mengalir
Mencari darah selaku kembarannya
Padang tangisan airmata
Pedang cucuran darah
Airmatadarah
(sulhan yusuf)
Air
mata itu adalah ekspresi kesedihan. Pada kehidupan kita, ketika
kehilangan sesuatu yang kita cintai, atau kehilangan sesuatu yang begitu
bermakna, maka manusiawi jika perasaan sedih itu muncul. Sebagaimana
ketika ditinggal pergi orang tua, saudara, anak, sahabat atau tokoh yang
diidolakan. Karena kecintaan kita, maka kehilangan mereka adalah
kesedihan bagi kita.
Padang yang menjadi tempat peristiwa ini, kelak
di kemudian hari akan menjadi saksi di hadapanNya. Semuanya terekam
dengan jelas tanpa cacat, akan perlakuan, kekejaman dan penganiayaan
yang dialaminya. Padang itu begitu sangat luas, sehingga darah mereka
yang mengalir, darah korban pembela kebenaran, tak akan sanggup
membasahi padang itu.
Peristiwa itu mengundang rasa simpati dan
empati dari banyak pembela kebenaran, sehingga ketika peristiwanya
dibacakan atau bahkan diperingati, air mata akan mengalir karenanya.
Banyak manusia dari berbagai penjuru dan belahan bumi, merasakan duka
dan sedih. Bahkan, diantara mereka ada yang bersedia menjadi pembela
untuk mengorban jiwa dan raganya demi untuk membela pejuang kebenaran.
Padang
ini adalah padang kedukaan, padang ini adalah padang bencana. Duka dan
bencana terjadi tepat di atasnya yang kemudian hari padang ini akan
menjadi saksi dengan peristiwa ini.
Pedang telah mengalirkan darah
suci. Pedang telah merenggut nyawa pembawa kebenaran, airmata darah
adalah kesedihan yang paling dalam.
Tiba-tiba dari balik jendela
ruangan, terdengar suara azan jumatan memanggil. Saya dan kawan segera
beranjak dari duduk lalu menunaikan kewajiban pada Dia Yang Maha Suci.
Makassar, 15 Maret 2015