Tidak cukup sepekan, sahaya telah melayat dua orang yang meninggal dengan asbab yang berbeda. Yang pertama, mamminya karib sahaya, karena sakit. Sedang yang kedua, kakek sahaya, sebab terjatuh saat memperbaiki saluran air di atas atap rumahnya. Misterinya lagi, sahaya masih melayat bersama kakek pada pemakaman sang Mammi. Tentulah sedih dan kehilngan berlipat-lipat, namun Guru Han mendapukkan ujar singkat dan padat: "Kematian itu, tidak mengenal antrian, tapi mirip arisan. Siapa yang naik namanya untuk dicabut ruhnya, maut pun menjemput, tanpa tabik."
Selasa, 13 September 2016
KEBURUKAN
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
18.21
Kali ini, tiada persamuhan, apatah lagi diskusi, tetiba saja sahaya tertatap tajam, seolah menjadi terdakwa tunggal, Guru Han menohok pikiran, meninju rasa dan menggeledah jiwa sahaya, dengan sabda yang tak terduga: " Karena keburukan juga punya batas, pada setiap masanya, maka tatkala ada seseorang yang memperburuk keburukan, sesungguhnya ia telah mempercepat keruntuhan kejayaan keburukan. Percayalah, sebab bila dikau menyepelekannya, sama saja telah terterungku olehnya, dari pengharapan yang paripurna."
Kamis, 08 September 2016
HARGA
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
19.18
Terjadi kegaduhan pendapat di salah satu mukim kerabat
sahaya. Pasalnya, seorang kerabat, menjual kebunnya guna membeli mobil.
Padahal, saran dari kerabat lain mengusulkan agar jangan menjual kebun, tetapi
menunggu hasilnya, baru beli mobil. Tapi, tetap saja ia ngotot, kebelet ingin
menyegerakannya. Sebab, hasil kebunnya tidak segera mampu mewujudkan inginnya,
padahal ia sudah mau sekali harga dirinya melejit dengan mobil itu. Dari
kejauhan, Guru Han melayangkan secarik tutur: “ Membeli mobil lalu
mengendarainya, dapat menaikkan harga diri. Dan, sang kerabat rupanya ingin
menaikkan harganya di mata sesamanya. Memang, harga diri itu amat mahal
nilainya, namun tidak mesti dengan berkendara, sebagai jalan untuk menaikkan
harganya. Apatah lagi, bila mobil yang menjadi lambaran harga diri, maka
percayalah, harga diri akan menyusut setiap hari, seiring dengan turunnya harga
mobil.”
Selasa, 06 September 2016
PINTU
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
23.34
Toa masjid dekat mukim sahaya memanggil untuk tunaikan
Maghrib. Bergegaslah ke sana bersama kisanak yang lainnya. Sesudah shalat,
bersualah dengan kisanak lama, lalu jabat tangan, berharap masih bisa jumpa
lagi di luar masjid. Rupanya ia masuk lewat pintu lain, kemudian keluar lewat
pintu masuknya, sehingga tak ketemu lagi. Rasa penasaran segera raib, gegara Guru Han langsung menguarkan
tutur: “ Mengapa mesti harus keluar dari pintu yang sama, jikalau pintu
masuknya saja sudah berbeda. Begitulah
perumpamaan dalam mencari ridha Tuhan akan kebenaran, tidaklah mesti
kita masuk pada satu pintu, sebab pintu yang lain terbuka lebar untuk dimasuki.
Masuklah dan keluarlah lewat pintu kebenaran yang dikau jalani, serta
persilakan pula kisanak yang lain untuk masuk dan keluar melalui pintu yang
dipilihnya. Toh di dalam masjid, dengan satu komando dari imam, sekotahnya
mewujudkan lelaku dan lelakon yang sama, mempersaksikan kebenaran.”
Jumat, 02 September 2016
BACA
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
04.50
Seorang kawan lama, seperti burung pengelana, singgah bertengger di tempat semedi sahaya. Maklumlah, di tempat ini, lumayan banyak buku yang bisa dibaca. Namun, sang kawan memberi pengakuan dosa akan ketidakmampuannya lagi membaca, seperti dahulu, kala masih aktif teribat perlagaan pikiran. Guru Han menyahut, menabalkan sabda, guna menjernihkan suasana: " Jikalau dikau tak mampu membaca lagi, maka yang paling mungkin adalah dikau bakal dibaca. Menjadi objek bacaan, sungguh tak mengenakkan, karena dikau akan dibolak-balik, laiknya lembaran-lembaran kertas pada buku. Bahkan, tidak sedikit, dicoret-coret, digarisbawahi dan distabilo, tatkala ada yang menyentak si pembaca. Bersyukurlah, kalau sentakan itu menularkan energi positif, yang menyehatkan jiwa pembaca.".
Langganan:
Postingan (Atom)