Pada malam minggu dan tanggal tua semisal malam ini, sulit rasanya menolak ajakan seorang kawan lama, untuk bersantap malam. Kurang lebih 10 tahun baru bersua, nampaknya ia lebih sejahtera dari sebelumnya. Ditraktirnya daku pada sebuah warung sop buntut. Kunikmatilah sekhusyuk mungkin, ternyata benar-benar nikmat. Tiba-tiba saja Sang Guru mengada, mencecarkan tutur: " Han..., memang menyantap buntut itu nikmat tak bertara. Sama halnya sebuah peristiwa-demonstrasi, yang menarik bagi sebagian orang adalah buntutnya. Makin panjang buntut unjuk rasa makin beruntung, meski banyak pula yang buntung nasibnya. Maka cermatilah selalu, rona wajah antrian para penikmat buntut peristiwa. Mereka akan selalu menuntut buntut. Penuntut buntut."
Sabtu, 29 November 2014
BUNTUT
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
06.03
Pada malam minggu dan tanggal tua semisal malam ini, sulit rasanya menolak ajakan seorang kawan lama, untuk bersantap malam. Kurang lebih 10 tahun baru bersua, nampaknya ia lebih sejahtera dari sebelumnya. Ditraktirnya daku pada sebuah warung sop buntut. Kunikmatilah sekhusyuk mungkin, ternyata benar-benar nikmat. Tiba-tiba saja Sang Guru mengada, mencecarkan tutur: " Han..., memang menyantap buntut itu nikmat tak bertara. Sama halnya sebuah peristiwa-demonstrasi, yang menarik bagi sebagian orang adalah buntutnya. Makin panjang buntut unjuk rasa makin beruntung, meski banyak pula yang buntung nasibnya. Maka cermatilah selalu, rona wajah antrian para penikmat buntut peristiwa. Mereka akan selalu menuntut buntut. Penuntut buntut."
Selasa, 25 November 2014
TIDUR
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
13.57
Semediku di
tempat kerja makin suntuk, tenggelam dalam kedalaman pusaran hikmah. Sembari
bekerja, iringan tembang lawas dari sebuah band legendaris tanah air, Koes
Plus, mengalun, “Betapa megah hidupmu kau bilang, dalam tidur semuanya akan
hilang”, demikian sepotong bait lagunya. Sang Guru ikut menikmati dendang itu,
sambil mengurai tutur: “ Han..., tidak ada bedanya orang berpunya dan tak
berpunya dalam tidur. Orang berpunya dan segala kepunyaannya tak berarti saat
tidur. Orang susah dan kesusahannya akan raib kala tidur. Jelang tidur pun sama
pula, susah tidur karena kesusahannnya, dan tak bisa tidur karena keberpunyaannya.
Yang lebih dahsyat lagi, selagi tidur bisa bertukar posisi, orang susah bisa
berkelebihan, orang berpunya jatuh berkekurangan. Maka tidur adalah cara
membebaskan diri.”
Senin, 24 November 2014
DEMONSTRAN
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
14.36
Negeriku adalah negeri yang subur bagi tumbuhnya para demonstran, sebab setiap orang-kelompok begitu mudah mendemo apa yang tidak sejalan dengan kepentingannya. Apatahlagi pasca reformasi, ruang kebebasan menyatakan pendapat sangat terbuka. Namun setiap demonstrasi berakhir, ada simpulan Sang Guru yang dituturkan: " Han..., manakala sebuah demonstrasi-ricuh berakhir, akan menghasilkan dua macam sosok pada diri demonstran: Martir-Pahlawan dan Pecundang-Pengkhianat.Jadi amat sederhana memahaminya, sisa mengelompokkan keduanya."
Minggu, 23 November 2014
REAKSIONER
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
16.06
Begitu banyak
berita, opini dan gambar di dunia maya yang tujuannya bukan menerangkan
masalah, malah menggelapkan persoalan. Inikah sejenis tipudaya guna memperdayai
yang tak berdaya? Oh ... , bagaimanalah daku menghadapi ketakberdayaan ini?
Sang Guru menyahut dalam tutur: “ Han..., ketidakberdayaan dalam suatu soal
tapi ingin mengambil untung terhadapnya, dengan cara berpendapat seolah cukup
ahli, hanya akan mewujudkan sikap reaksioner. Gegabah, mudah percaya, tak
menimbang di kedalaman pikiran adalah setumpuk tanda seseorang yang reaksioner.
Kedangkalan pikiran, sesungguhnya tiang utama sikap reaksioner.”
Sabtu, 22 November 2014
NEGOSIASI
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
15.33
Nampaknya hari ahad
kali ini cerah, hujan berhenti mengiringi jedahnya gejolak kaum muda-mahasiswa
karena memprotes pengurus negeri ini yang dianggap abai terhadap orang kecil. Sang
Guru duduk santai di serambi pengharapan, meminum kopi sambil bertutur: “Han...,
kaum muda-mahasiswa yang bergolak itu adalah sebuah keniscayaan. Malah
menyimpang dari wataknya jikalau tidak ada gejolak padanya. Bayang-bayang masa silam dan obsesi masa depan adalah
jebakan baginya. Maka ajaklah mereka untuk menegosiasikan pengalamanmu dengan
tebakan masa depannya. Sambil mengingatkan, hanya dalam jedah ketenangan,
kejernihan nampak terkuak.”
Jumat, 21 November 2014
HUJAN (3)
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
16.47
Hujan mulai bergegas turun, mensucikan semua yang kotor, makhluk berpesta menyambutnya. Sang Guru membimbingku agar tersenyum, sambil bersabda:
“ Han..., nilai hujan terletak di awal dan di akhir musim. Di awal, betapa banyak makhluk yang merindu padanya, karena kesejukan segera menyata. Di akhir, tak sedikit yang bersedih sebab akan segera kembali bersembunyi di lilitan awan. Dan, kerinduan pun padanya akan meluap-luap. Di awal musim, hujan datang menggenapkan kebutuhan. Di akhir musim, hujan pergi mengganjilkan suasana. Belajarlah pada awal-akhir hujan.”
ARSENAL
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
16.46
Arsenal dan Arsene
Wenger. Ini bukan soal klub sepakbola dan pelatihnya an sich. Namun ini masalah
gudang senjata ( arsenal) dan racun mesiu (arsen), dalam kaitannya dengan
pikiran dan olah pikir. Bagi Sang Guru, seperti yang dituturkannya padaku: “
Han...pikiran itu ibarat senjata. Ia harus ditembakkan, jangan disimpan dalam
arsenal pikiran, akan beku jadinya bahkan bisa berubah menjadi arsen-racun bagi
yang menggudangkannya. Seperti pada permainan sepak bola, keindahannya terletak
saat bola itu bergulir ke sana ke mari, dan akan menjadi masalah ketika terjaringkan
dalam jala gawang. Akan menjadi racun bagi penjaga gawang, bahkan menular pada
tim secara keseluruhan.”
Senin, 17 November 2014
ABDI-ABADI
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
13.48
Seorang tokoh panutan di negeriku berpulang pada keabadian. Ramai nian pelayat, menyemut di mukimnya, mengular pengantar ke makamnya. Setiap orang ingin mengurus jasadnya, sebagai tanda pengabdian terakhir padanya. Di tengah pusaran takjubku, Sang Guru berbisik halus di relung batinku: " Han..., tokoh panutan itu memetik buah dari pohon kehidupan yang ditanamnya. Bukankah sepanjang hidupnya, ia telah mengabdikan hidupnya untuk mengabadikan kehidupan? Semasa hayatnya, tak lelah mengumpulkan khalayak, guna menerangkan jalan-jalan abadi. Kumpulan orang itu adalah penanda abadinya dalam pengabdian. Mengabdilah agar mengabadi."
Minggu, 16 November 2014
HUJAN (2)
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
15.37
Hujan turun lagi, kesal dan gerutu serta umpatan nyaris terbetik dari hatiku. Soalnya, urusanku terhambat dan tertambat pada keterlambatan dalam urat nadi putaran roda kehidupan. Sang Guru tak rela melihatku terjerumus dalam sakit hati, maka tuturnya pun meluncur sederas hujan: " Han..., dikau mungkin tak berkepentingan pada hujan kali ini, bahkan menghalangi keperluanmu. Tapi ingatlah, betapa banyak orang yang membutuhkannya. Janganlah menganggap sesuatu itu tidak penting, hanya karena dikau tidak membutuhkannya. Sungguh, dalam hakekat kehidupan, kebutuhan orang lain adalah kebutuhanmu. Mungkinkah dikau hidup tanpa butuh orang lain? "
Sabtu, 15 November 2014
HUJAN (1)
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
16.38
Ba'da Juma'at, kupacu kuda besiku ke arah selatan kota, guna memenuhi undangan bertukar pengetahuan dengan sekelompok kaum muda yang merumuskan masa depan organisasinya. Di tengah perjalanan, guyuran hujan menderas, mendaras aspal jalanan yang panas. Perjalananku terhambat, menepilah aku, berteduh pada sebuah gubuk di pinggir jalan. Api cemburu mulai berkemas menjilati jiwaku, melihat mobil lalu lalang tak terhambat oleh derai hujan, menerobos angkuh menantang hujan. Sang Guru menepuk pangkal kesadaranku, mecegatku dengan tutur: " Han..., padamkanlah api cembutumu itu, jiwamu akan mutung akibat jilatannya. Sebab, kudengar orang-orang di atas mobil itu berbincang tentang betapa beruntung dan bahagianya seseorang yang diberi waktu jedah, berteduh karena hujan, menyilahkan hujan menunaikan tugasnya, sambil menikmati keindahan mobil lalu lalang, yang keindahannya tak sanggup diresapi oleh orang yang berada di dalamnya."
Kamis, 13 November 2014
KEADILAN
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
15.04
Jumat mubarak kali ini kembali mengurai aura keberkahan. Pada kemelataanku di atas semesta, bersama terungkunya cobaan masalah yang belum juga usai bersahabat denganku, Sang Guru meliukkan selaksa tutur yang tersimpulkan: “ Han..., masing-masing seorang punya paket cobaan masalahnya, begitupun wujud keberhasilannya. Tidaklah elok jika kita meminta masalah-cobaan yang sama selaku jalan tirakah, apalagi menuntut keberhasilan hasil yang sama. Keadilannya terletak pada, apakah setiap orang sanggup berdamai dengan cobaan masalah itu, lalu menjalaninya dan menikmati hasilnya, serta berbagi bahagia atasnya? “
Rabu, 12 November 2014
SEPADAN
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
15.16
Aku masih saja
terombang-ambing dengan gejolak masalah. Di sisi yang lain, aku juga
mengimpikan melata di atas bumi selaku manusia luar biasa. Kelihatannya
sangatlah paradoks untuk mewujudkannya. Sang Guru pasti punya sabda akan hal
ini, maka dengan gamblang pun bertutur : “ Han..., janganlah pernah berharap,
apalagi bermimpi untuk menjadi manusia luar biasa, jikalau cobaan
masalahmu masih biasa-biasa saja. Setiap
hasil yang tergapai, selalu bertolak pada kesepadanan. Sepadannya antara
kualitas cobaan masalah dan buahnya sebagai hasil akhirnya ”
Selasa, 11 November 2014
AJAL
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
16.08
Selepas
kutunaikan maghribku, aku bertemu dengan seorang nenek yang menunggui
jualannya. Kutanyakan kesehatannya, semuanya baik-baik saja, meski kurang lebih
sebulan yang lalu kurang fit dan harus makan bubur, padahal usianya sudah
seratusan tahun, kisaran seabad. Baginya, pasrah saja, kapan pun ia harus
pulang pada ke kekalan. Selang beberapa saat, aku dikejutkan warta dari
seorang karib, atas berpulangnya putra seorang karibku yang lain, pada usia
yang masih muda, kurang dari seperempat abad, sekitar 20-an tahun. Singkapan rahasia
pun terkuak dari tutur Sang Guru: “Han..., itulah kedudukan ajal bagi setiap
anak cucu Adam, ada yang bersiap menunggunya namun tak kunjung datang. Ada pula
yang kelihatannya belum siap, sertidaknya bagi orang sekitar yang terkaget akan
hadirnya ajal yang tiba begitu saja.”
Minggu, 02 November 2014
WARISANKU
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
05.26
anak cucuku
kelak kan kuceritakan
risaurisauku akan negeri
yang wakil rakyatnya
mempertontonkan keserakahan
pada kuasa
cucu anakku
tumpukan carikcarik kertasku
telah menggunung
lahar katakata telah kukalimatkan
pun sudah kuparagrafkan
kala waktunya tiba
akan kumuntahkan di selasar jiwamu
menjadikannya dongeng mengerikan
biar tidurmu tidak nyenyak
sebab memikirkan pendahulumu
yang tak layak melata di negeri ini
TARIAN
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
00.58
Masih saja saya berkutat pada soal-soal hidup dan kehidupan. Terungkunya mengular, melilit diri bagai tak berujung. Walau upaya tak jemu jua kutangguhkan, berusaha keluar dari kubangannya. Oh... Sang Guru, mungkinkah dikau menerlantarkanku, hingga cukup lama tak menyapa? Rengekanku menusuknya, hadirlah sabdanya: " Han..., belajarlah pada para peselancar. Mereka tetap bisa menari di atas gejolak ombak. Menaklukkannya, lalu mempertontonkan keindahan gerak, kelenturan tubuh beradaptasi pada liukan keseimbangan. Seharusnya demikian pula dengan jiwamu yang resah, rusuh hati akibat tekanan masalah. Menarilah di dalamnya dengan tarian jiwa."
Langganan:
Postingan (Atom)