Bagi penyuka hari libur, angka merah – kadang juga hijau,
tapi lebih populer dengan istilah “tanggal merah”-- di kalender adalah waktu
yang paling dinanti. Dan, di pekan pertama bulan Mei 2016, benar-benarlah
berkah bagi banyak orang. Soalnya, pada tanggal 5-6, diganjar sebagai hari
libur nasional. Latar penetapan libur itu, dutujukan sebagai peringatan akan dua
peristiwa besar, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dan Kenaikan Isa al-Masih.
Dua
peristiwa bersejarah yang diperingati itu, merupakan momentum kilas balik yang
menandai terjadinya perubahan peta peradaban umat manusia di kemudian hari. Dua
hari libur ini, bertepatan dengan hari
Kamis-Jumat, bahkan sebagian orang libur juga di hari Sabtu, ditambah lagi hari
Ahad, benar-benarlah libur panjang, sepenggal waktu yang disediakan untuk
membebaskan diri dari rutinitas yang memenjara. Ini sebentuk keberkahan hidup.
Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa Isra’ perjalanan Nabi
dari Masjidil Haram (Mekah) ke Masjidil Aqsa (Palestina), lalu Mi’raj , naik menghadap memenuhi panggilan
Allah SWT, adalah kuasa ilahi yang memperjalankan hambanya, Nabi Muhammad SAW,
dengan segala perspektif dan dimensi yang bisa menjelaskannya. Latar peristiwa
ini, berpijak pada kejadian demi kejadian yang memilukan bagi diri Nabi,
sehingga Allah SWT memperjalankannya sebagai bonus pembebasan dari kesedihan.
Betapa tidak, sebelum Nabi dimi’rajkan, ada peristiwa-peristiwa, yang cukup
menyedihkan; seruan dakwah yang menemui penolakan, meninggalnya Sang Paman, Abu
Thalib, yang mengasuh dan melindunginya, dan Sang Isteri tercinta, Khadijah
binti Khuwailid, yang menyokong habis-habisan perjuangan Nabi.
Akan halnya Nabi Isa al-Masih, Yesus Kristus, bila
menelusuri sajian kesejarahan yang didedahkan oleh umat Kristiani, bahwa proses
Kenaikan Isa al-Masih, didahului oleh momen tragis. Penyaliban Yesus hingga
wafat, lalu empat hari kemudian bangkit dari kuburnya (Paskah), selanjutnya
menemui murid-muridnya, yang kemudiannya mengalami kenaikan ke sisi Tuhan.
Penyaliban Yesus Kristus, yang menyebabkan kematiannya, adalah sebentuk tragedi
kemanusiaan yang amat malang, penuh pengkhianatan, intrik dan konspirasi.
Penyaliban (wafat), bangkit dari kubur (Paskah) dan Kenaikan (Mi’raj) adalah
tonggak-tonggak kesejarahan dalam dunia Kristiani yang sangat monumental, sebab
menjadi penanda utama dari kilas balik sejarah kekeristenan di masa-masa
berikutnya.
Baik Nabi Muhammad SAW maupun Isa al-Masih, sama-sama
mengalami Mi’raj. Dan, sebelum peristiwa mi’rajnya, ada prakondisi pendahuluan,
kepiluan dan tragedi yang amat tragis. Tuhan, yang amat rahim pada kedua
Nabinya, memberikan penghiburan, berupa pembebasan dari situasi yang paling
rumit, yang sementara dialami dan menerungku jiwa. Kalaupun ada yang membedakan
dari keduanya, nanti setelah mi’raj itu, yakni setelah Nabi Muhammad SAW
menghadap dan dibekali seperangkat tanda hamba, penghambaan, serupa ritus
ketundukan, shalat lima waktu, lalu kembali mensosialisasikannya untuk sarana
pembebesan bagi umatnya. Sementara Isa al-Masih, masih saja di sisi-Nya, dan di
akhir zaman, akan diturunkan kembali untuk menyerukan pembebasan dari berbagai
terungku duniawi menuju dekapan selimut Ilahi.
Jadi, dari konteks Mi’raj ini, bolehlah saya tafsirkan bahwa
ada dua jenis pembebasan. Pertama, adalah pembebasan yang dilakukan oleh Allah
SWT atas dua sosok Nabi, agar terbebas dari tawanan kegundahan duniawi.
Kepiluan, kesedihan dan kematian adalah penjara-penjara duniawi. Kedua, janji
pembebasan dari kedua Nabiullah itu, baik yang sudah terwujud semisal yang
telah dilakonkan oleh Nabi Muhammad SAW, maupun apa yang bakal dilakukan Nabi
Isa al-Masih kelak di pucuk zaman.
Lalu apa yang mesti dipetik, sebagai hikmah dari peristiwa
mi’rajnya kedua kekasih Allah itu? Setidaknya, ada segenggam pahaman bahwa,
tragedi: kesedihan, kepiluan, keterpurukan, penderitaan dan berbagai rumpun
cobaan lainnya, adalah piranti pemantik untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Singkatnya, manakala cobaan-cobaan telah datang pada diri seseorang, apapun
bentuknya, apatah lagi bila sudah mencapai puncak-puncak penderitaan,
sesungguhnya Allah SWT telah mengirimkan surat undangan-Nya agar seorang hamba
datang menghadiri pertemuan, guna menerima apa yang bakal dititahkan, sebagai
bekal melata di atas jagat ini. Makin tragis cobaan, berarti makin elitis
bentuk undangan itu.
0 komentar:
Posting Komentar