Aku bercermin, nampak uban pada rambutku yang rontok. Kuperhatikan raut muka rupanya keriput mulai membentuk bak petak-petak sawah. Kuberlari, nampaknya tulang belulang bunyi mengilu. Kumemandang hamparan, rabun pula yang menampak. Usia makin tua jawabannya. Meski demikian, Sang Guru tetap setia menghibur dengan tutur: " Han..., usahlah risau pada usiamu yang makin menua. Tua bukan untuk dilawan, tapi diakrabi. Uban, keriput, ngilu adalah sejenis alamat yang diberikan Tuhan, sebagai penanda agar bersiap, sewaktu-waktu buat kembali padaNya. Bersyukurlah, sebab Dia masih memberi alamat padamu, moga dikau tidak kesasar, tak mengerti jalan kembali."
Jumat, 26 September 2014
TUA
Diposting oleh
Sulhan Yusuf
di
17.42
Aku bercermin, nampak uban pada rambutku yang rontok. Kuperhatikan raut muka rupanya keriput mulai membentuk bak petak-petak sawah. Kuberlari, nampaknya tulang belulang bunyi mengilu. Kumemandang hamparan, rabun pula yang menampak. Usia makin tua jawabannya. Meski demikian, Sang Guru tetap setia menghibur dengan tutur: " Han..., usahlah risau pada usiamu yang makin menua. Tua bukan untuk dilawan, tapi diakrabi. Uban, keriput, ngilu adalah sejenis alamat yang diberikan Tuhan, sebagai penanda agar bersiap, sewaktu-waktu buat kembali padaNya. Bersyukurlah, sebab Dia masih memberi alamat padamu, moga dikau tidak kesasar, tak mengerti jalan kembali."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar