Senin, 22 Februari 2016

Catatan-Catatan Abba




Jujur, saya terperanjat, kaget bercampur haru, tidak menyangka mendapatkan ucapan selamat atas usia yang ke-49 tahun, di tengah berlangsungnya acara resmi sebuah organisasi. Tatkala sang Ketua BKPRMI (Badan Komunikasi Pemuda Remaja Mesjid Indonesia) Bantaeng, Sopyan Yasri, memberi sambutan pada acara launching program Gerakan Ayo Ke Mesjid, pada tanggal 20 Februari 2016 di Baruga Karaeng Latippa Pantai Marina Bantaeng, sang ketua mengucapkan selamat panjang usia, walaupun disambung dengan ucapan yang sama untuk dirinya sendiri. Karena memang, saya dengan beliau bertepatan tanggal dan bulan kelahiran, meski selisih usia tujuh tahun.

Sesungguhnya, saya bukanlah orang yang terlalu perhatian pada tradisi ulang tahun, baik untuk orang lain, terlebih untuk diri sendiri. Terkadang, saya lupa mengucapkan selamat ulang tahun pada keluarga terdekat, isteri dan anak-anak. Tapi, mereka semua maklum, sebab menurutnya, ulang tahun saya sendiri saja, lebih banyak lupanya. Saking kurang perhatiannya saya pada ulang tahun diri sendiri, saya tetap meninggalkan mukim di Makassar menuju Bantaeng, sehari sebelum ulang tahun saya dan nanti dua hari kemudian baru pulang. Itupun tak ada kue ulang tahun. Hanya peluk cium dari segenap anggota keluarga.

Seingat saya, memberi kesan pada ulang tahun diri sendiri sangat langka. Kalau lagi teringat, barulah saya memberi penanda. Dan, itu pun tidak merepotkan, baik untuk diri sendiri apatah lagi orang lain. Sebab, saya cukup beli sebuah buku, yang kemudian saya sekuat hasrat membacanya sampai tamat. Namun, ada yang saya ingat benar, ketika saya diberi hadiah oleh anak-anak di rumah, dengan mengkadokan sebuah dompet berlambang Arsenal, klub sepakbola pavorit saya. Saya terharu sejadi-jadinya.

Nantilah belakangan ini, tepatnya, sejak saya bergabung di media sosial, Facebook, barulah kemudian perkara ulang tahun ini menyita perhatian saya. Soalnya, yang paling setia mengingatkan saya dan juga memberi tahu semua teman-teman adalah media sosial ini. Tangkiyu mister feisbuk, atas budi dan jasa baikmu, yang telah bersusah payah memberi tahu semua teman saya di jejaringmu. He..he.. koq.... Facebook, maksud saya bung Mark Zuckerberg, sang pencipta media sosial ini.

Saking perhatiannya saya pada pasal ulang tahun ini-- dua hari setelah ulang tahun-- saya buka akun, alamak.... banyak nian pemberitahuan seputar ulang tahun ini. Panjatan doa, harapan dan kiriman tutur rahayu, mengantri untuk disahuti. Maka langkah praktis pun saya dedahkan, sekali bikin status, satu untuk semua, semua untuk satu. Kata orang Inggris, One for all, All for one, seperti semboyan dalam film Three Musketeers, yang soundtracknya ditembangkan oleh Brian Adams.

Lalu, apa kaitannya antara cerita ulang tahun dengan judul tulisan ini? Yang berlema, Catatan-Catatan Abba. Apa ini sejenis ulasan atas sebuah group band legendaris, ABBA , atau yang biasa disebut dengan panggilan Eybibi'e - (1972-1982),dengan tembang lawasnya Fernando, yang berasal dari tanah Swedia, seasal dengan bintang sepakbola tersohor, Zlatan Ibrahimovic? Bukan kawan-kawan. Tidak pula teman-teman, melainkan Abba yang saya maksudkan di sini adalah panggilan saya terhadap bapak saya.

Sesarinya memang, mungkin karena pengaruh usia yang makin menumpuk, soal ulang tahun ini, saya tak bisa abaikan lagi. Betapa tidak, ucapan rahayu yang saya terima, menyatakan umur semakin bertambah, padahal jatah usia saya melata di bumi ini makin berkurang. Bukankah, setiap hari saya berjalan pada arah kematian? Setiap waktu yang saya lewatkan, sama saja saya mengambil lagi jatah usia yang disediakan? Ini pula yang menyebabkan, seakan berburu waktu, atas apa yang mesti dibikin dengan limit kala yang dijanjikan.

Mulailah saya menelisik ulang, keakuratan tanggal, bulan dan tahun kelahiran saya. Apa memang benar adanya tanggal 20 Februari 1967? Kenapa begitu serius menyoalnya? Sederhana saja, betapa banyak orang yang tidak sepadan antara waktu kelahiran yang sesungguhnya dengan tempat tanggal lahir yang dicantumkan secara resmi. Itu semua bisa karena rekaan semata, atawa tujuan lainnya. Apalagi orang yang sepadan usia saya ini, 49 tahun, pastilah banyak yang tidak akurat.

Beruntunglah saya seuntung-untungnya. Prihal kelahiran saya benar-benar akurat. Ini semua karena Abba saya sadar literasi, sehingga mencatatnya dalam sebuah buku catatan, yang mungkin oleh orang sekarang menyebutnya diary. Sejak Abba saya wafat kurang lebih lima tahun yang lalu, saya sering menyempatkan diri masuk ke kamarnya, membongkar benda-benda peninggalannya. Ada beberapa buah buku, puluhan batu cincin permata, dan benda-benda pribadi lainnya.

Namun yang membuat saya betul-betul takjub, ketika mendapatkan dua buah buku catatan, yang tulisannya adalah tulisan tangannya sendiri. Tulisan-tulisan itu, ada yang beraksara Latin, Lontara dan Arab. Saya mendefenisikan tulisan-tulisannya sebagai catatan-catatan atas berbagai peristiwa, yang menurutnya, tentu sangat penting. Meski tidak beraturan, jauh dari klasifikasi, tetapi setiap item yang dicatatkan sangat jelas maksudnya.

Catatan-Catatan Abba saya, di dua buku tersebut mencantumkan berbagai peristiwa. Mulai dari peristiwa pribadinya, keluarganya dan lingkungan sosialnya. Sebagai misal, saya kutipkan: Peringatan!!! Pada tgl 2 Nopember 1955 saja djam tangan merek Royce harga Rp 375,- dan saja djual 14 Djuni 1956 dengan harga Rp 400,-

Atawa saya kutipkan juga catatannya ini: “ Peringatan!!! Pada tgl 27-10-1956 ongkos akikat Muhd. Wildan sedjumlah Rp 875,- Ongkos akikat A. Umajja sedjumlah Rp 798,-" Dan, yang membuat saya lebih terperangah lebih dalam lagi, ketika saya menemukan rincian peralatan rumah tangga beserta harga dari setiap benda itu.

Peristiwa sosial pun dicatatnya, tak elok kalau saya lewatkan catatan ini: Dalam bulan Radjab malam Rabu tahun 1956 mulai kedjadian yang hebat pembakaran rumah2 diseluruh kab: Bonthain jaitu perbuatan dari Gorombolan! merugikan besar kepada penduduk negeri Bonthain! “

Dan, catatan-catatan yang paling mengharukan saya adalah dicatatnya semua waktu dan tempat kelahiran setiap anaknya yang berjumlah delapan orang dengan sangat rinci. Saya dan tujuh saudara saya dengan mudah mengkonfirmasi ke buku catatan ini. Baiklah, saya tuliskan catatannya mengenai kelahiran saya : “ Tjatatan. Pada tgl 20/2-1967 malam senin djam 1. 10 bulan Zulkaida dilahirkan anak laki-laki yang bernama Muh: Sulhan di Tompong Letta. Bantaeng.”

Pada buku catatan Abba saya, di bawah nama saya yang beraksara Latin, disertakan pula aksara Arabnya. Bagi saya ini penting, agar antara nama yang dicitakan dengan arti yang dimaksudkan sepadan. Dan, begitupun juga dengan semua saudara saya, selalu disertai dengan aksara Arab.

Jadi, makin yakinlah saya, bahwa waktu kelahiran saya sangat akurat. Seakurat ketika bung Sopyan Yasri mengucapkan ucapan selamat buat saya dan juga untuk dirinya. Keakuratan akan sebuah informasi, manakala diverifikasi keasliannya, salah satunya adalah pada catatan peninggalan. Pada konteks inilah, sekali lagi saya nyatakan, pentingnya sebuah tradisi literasi dalam keluarga, sesederhana apapun itu. Jujur, saya nyatakan lagi, guru literasi pertama saya, tiada lain adalah Abba saya. Lewat catatan-catatannya, spirit literasi itu, ibarat darah segar yang mengalir di setiap nadi saya. Alfatihah untuk Abba. Dan, ewako akan tradisi literasi.

0 komentar:

Posting Komentar