Minggu, 19 April 2015

Emha Alahyar

NAMA DAN ALAMAT SEHIMPUNAN PUISI:
catatan bagi para pencari siapa dan dimana.
Alhamdulillah, Saya termasuk orang yang ikut merindui lahirnya salah satu “anak” gerakan literasi yang istimewa ini; dan ternyata, buku AirMataDarah juga memang didedikasikan oleh Penulisnya kepada para penggiat literasi. Jadi nampaknya, seiringlah antara yang badani dengan yang spiritual. Keistimewaan buku sehimpunan puisi ini, bagi Saya, terutama terletak pada: pertama, Sang Penulis, Kak Sulhan yang adalah CEO Boetta Ilmoe, yang memimpin gerakan literasi dan membidani kelahiran sejumlah buku lainnya; serta kedua, muatan isi puisi yang sangat menggelorakan.
Salah satu muatan puisi, yang menurut hemat Saya, sangat menggelorakan, dapat dilihat pada untaian kata puitis berikut:
“ titel akademik ada padamu // tapi picik omongmu //
sorban terikat di kepalamu // namun bicaramu melilit pikirmu //
sujudmu menghitamkan jidatmu // walakin ceroboh mulutmu //
lelang saja titelmu // jual pula sorbanmu // lego sekalian jidatmu “
Dari puisi yang berjudul CULAS di atas, dan demikian pula pada puisi-puisi yang lainnya, ternyata melahirkan pertanyaan “siapa dan dimana?”; puisi di atas, tentang siapa dan berada dimana? Puisi yang ini tentang atau untuk siapa? Apakah muatan isi puisi berada di Bantaeng (tempat buku ini diluncurkan)? Puisi yang itu, sebenarnya sedang ditujukan kepada siapa dan dimana? Meskipun demikian, tentu tidak keseluruhannya; karena pada beberapa puisi telah diterakan jawabannya.
Jika kita percaya bahwa sehimpunan puisi dalam AirMataDarah merupakan puisi-puisi suluk, sebagaimana dijudulkan dalam Sekapur Sirih oleh Alto Makmuralto, ataupun telah me-suluk, atau paling tidak merupakan hasil “bersuluk dalam keramaian”; maka boleh jadi, puisi-puisi yang ada didalamnya memiliki makna yang “nama dan alamat”-nya tak mudah dinisbatkan secara konstan dan tunggal. Jika kita percaya bahwa “menulis adalah mencecap kesendirian, terjun ke ruang batin kita yang paling dalam” (Franz Kafka dalam Dul Abdul Rahman, pada bagian Prolog); maka sangat boleh jadi, masing-masing puisi, memiliki makna dengan “nama dan alamat” yang tidak konstan dan tidak pula tunggal. Termasuk pada puisi yang secara eksplisit “nama dan alamat”nya disebutkan ataupun dinotasikan dalam proses kreatif pembentuktulisannya.
Berkaitan dengan muatan yang sangat menggelorakan ini, berikut dengan pertanyaan dasar yang kemudian diajukan tersebut di atas; sesungguhnya pada tingkat pemaknaan bisa bersifat dinamis penisbatannya. Ruang makna yang terbuka dan multitafsir inilah, yang justru berpotensi untuk memperkaya jiwa dan memperluas cakrawala Pembaca dan Penyimak himpunan puisi ini. Makna dan/atau metamakna yang hadir dari AirMataDarah, sebenarnya dapat menjadi penggelora setiap manusia yang ber-Nama dan ber-Alamat untuk meng-gloria-kan daerah dan sejarah.
Semoga kita bersama semakin terbiasa untuk juga menujuk diri di dalam, bukan hanya diri di luar; bukankah yang demikian itulah suluk menuju keabadian dan kemuliaan?

0 komentar:

Posting Komentar