Rabu, 27 Agustus 2014

Gede Prama - NYANYIAN SAKRAL HARMONI



NYANYIAN SAKRAL HARMONI
Gede Prama

Seorang murid meditasi pintar yang sudah belajar meditasi kesana dan kemari ragu akan pendekatan “terima, mengalir, senyum”, kemudian bertanya: “apakah kebodohan avidya juga diterima?”. Sayang sekali tidak boleh membuka rahasia Tantra di sembarang tempat dan waktu. Sehingga murid ini hanya bisa disarankan mencari Guru yang cocok untuk dirinya.

Kepintaran Sebagai Halangan

Bila di perguruan tinggi kepintaran diberi nilai sangat tinggi, di dunia spiritual mendalam kepintaran adalah serangkaian halangan yang sulit ditembus. Kebodohan jauh lebih mudah untuk ditembus, terutama karena perasaan bodoh kemudian membuat seseorang mau belajar dan mendengar. Kepintaran sebaliknya, ia duduk di kursi lebih tinggi, kemudian menolak untuk belajar.

Itu sebabnya, di dunia kebijaksanaan sudah lama dipesankan seperti ini: “Pikiran manusia serupa parasut. Ia hanya berguna kalau dibuka”. Dalam beberapa tingkatan pertumbuhan spiritual terjadi, seseorang seperti diminta “terjun” dari sebuah ketinggian. Tanpa parasut pikiran yang terbuka, dipastikan seseorang akan jatuh di tempat yang sangat berbahaya. Itu sebabnya, sejumlah Guru dan murid spiritual hidupnya menjadi sangat berbahaya.

Ini juga alasannya kenapa sejumlah murid seperti Milarepa, dihancurkan habis-habisan kepintarannya dengan pendekatan yang sangat keras oleh Gurunya Marpa. Naropa adalah murid yang sangat pintar. Ia bahkan berhasil menjadi Guru besar di universitas terkenal bernama Nalanda. Dan oleh Gurunya bernama Tilopa, Naropa juga juga disakiti dan dilukai, semata-mata agar ia keluar dari sangkar burung kepintaran.

Kepintaran Sebagai Jembatan

Suatu hari ada anak muda pintar yang banyak protesnya datang ke seorang Guru. Dengan lembut Guru ini meminta agar murid pintar ini mengambil gelas kecil, air, garam dan sendok. Setelah semuanya diaduk, kemudian murid ini diminta merasakan rasanya air. Dan tentu rasanya asin.

Kemudian percobaan dilanjutkan ke kolam besar dan luas. Di kolam besar dan luas ini, lagi-lagi murid pintar tadi diminta memasukkan jumlah garam yang sama serta diaduk. Setelah dirasakan airnya, ternyata rasanya tidak asin.

Pelajarannya sederhana, kepintaran serupa gelas yang kecil. Begitu ada garam perbedaan sedikit saja, maka seseorang kemudian merasa asin dan protes. Untuk itulah ia memerlukan kebijaksanaan yang luas. Kebijaksanaan (wisdom) inilah yang kerap disebut sebagai kepintaran yang menjembatani. Cirinya sederhana, tatkala ada orang yang kelihatannya berbeda, belum tentu salah dan jahat. Bisa jadi karena pikiran kita masih terlalu sempit untuk bisa mengerti.

Kehidupan Sebagai Nyanyian

Dengan bekal pikiran yang terbuka, lebih mudah seseorang melahirkan hati yang indah di dalam. Itu sebabnya kerap dipesankan pada banyak sekali sahabat di jalan meditasi: “Pikiran yang mengalir serta hati yang indah, itulah surga di bumi”. Pikiran menderita mirip dengan salju yang membeku, pikiran yang damai serupa air yang mengalir.

Dan kita semua tahu, semua air yang mengalir menuju samudra. Dengan cara yang sama, semua pikiran yang mengalir serta hati yang indah mengalir ke keindahan yang sama. Cinta, kebajikan, belas kasih adalah keindahan-keindahan yang dituju oleh pikiran mengalir dan hati yang indah.

Ini yang bisa menerangkan kenapa banyak orang suci di semua agama mewartakan pesan-pesan cinta, kebajikan, belas kasih. Dan ia baru bisa dimengerti kalau pikiran dibuka terlebih dahulu. Lebih dari itu, siapa saja yang sudah mengerti dan membadankan cinta, kebajikan, belas kasih, ia secara alamiah bisa melihat kehidupan sebagian nyanyian harmoni. Cirinya sederhana, semua yang ada di alam ini dari matahari, bulan, bunga, burung, anak-anak menyanyikan nyanyian harmoni.

0 komentar:

Posting Komentar