Rabu, 27 Agustus 2014

Gede Prama - PUSAT KEDAMAIAN



PUSAT KEDAMAIAN
Gede Prama

Ahli mitologi Joseph Campbell pernah berpesan dalam bukunya yang berjudul The Power of Myth: “Ada titik pusat kedamaian di dalam. Bila Anda kehilangan kontak dengan titik pusat ini, Anda mengalami kejatuhan”. Pertanyaannya kemudian, di mana letak titik pusat ini di dalam?

Kepala

Di zaman kita, banyak sekali manusia mencari cahaya di kepala dalam bentuk kepintaran. Sekolah dan universitas kita menghabiskan waktu lebih dari delapan puluh persen untuk mengeksplorasi kepala. Tidak seluruhnya jelek, banyak kemajuan yang dihasilkan. Tapi sulit mengingkari, ada banyak jiwa yang terasing di dalam tubuhnya.

Rumah sakit jiwa penuh, konflik dan perang tidak mengenal tanda-tanda akan berakhir, institusi keluarga mengalami keruntuhan, sekolah dan lembaga keagamaan mengalami defisit karisma. Ini hanya sebagian kecil contoh yang menunjukkan kalau kepintaran bukan segala-galanya.

Membenci kepintaran bukanlah hal yang disarankan tulisan ini. Ada cahaya di kepala tentu saja. Tapi kepala bukanlah pusat kedamaian. Terutama karena cara kepala bekerja sangat dualistik. Malam hanya bisa dimengerti kalau ada siang. Salah kelihatan kalau ada benar. Pertentangan-pertentangan seperti ini jauh dari kedamaian.

Hati

Ia yang sudah lama panas hidup di kepala biasanya mencari cahaya di hati. Ada yang panas oleh perceraian, kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai. Intinya sederhana, kepintaran tidak memberikan semua jalan keluar, dari sini kemudian mereka mencari di dunia rasa yang menjanjikan keindahan.

Bila kepala kaya akan pengetahuan, hati kaya akan rasa. “Rasa adalah bahasanya jiwa”, demikian orang-orang di kelompok ini menyebutkan. Di tingkatan inilah seseorang tersentuh oleh cinta, kebaikan, belas kasih. Bukan cinta yang diucapkan, tapi cinta yang dilaksanakan.

Ini yang bisa menjelaskan kenapa orang-orang yang penuh cinta mukanya bercahaya, jiwanya bercahaya, hidupnya juga bercahaya. Terutama karena ada cahaya di hati. Sedihnya, ini juga bukan pusat kedamaian. Di tingkatan hati, cinta masih memiliki lawan bernama kebencian. Kebaikan masih punya musuh bernama keburukan. Itu sebabnya sebagian pencinta hidupnya kecewa. Terutama karena setelah mencintai berharap agar ia juga dicintai.

Pusar

Jika kepala kegiatan utamanya adalah mengetahui (knowing), hati kegiatan utamanya adalah merasakan (feeling), beberapa titik di bawah pusar adalah titik pusat keberadaan (being). Sayangnya, di zaman yang mengagungkan kepala ini menjelaskan rasa saja sudah sulit, apa lagi menjelaskan titip pusat keberadaan dekat pusar.

Titik pusat dekat pusar ini hanya bisa dijelaskan dan dicapai secara tidak langsung. Seks adalah sebuah contoh. Alasan utama kenapa seks demikian indah karena saat seseorang berhubungan seks energi terpusat dekat dengan pusar. Saat kita jadi bayi, kita terhubung dengan ibu melalui tali pusar. Begitu lahir tali ini diputus. Dan nanti tatkala seseorang mengalami pencerahan, ada tali pusar yang muncul yang menghubungkan jiwa dengan ibu yang bernama keberadaan.

Titik terdekat dengan pusat keberadaan adalah hati. Untuk itu, sesulit apa pun teruskan mencintai. Tiap jiwa yang mendekati titik pusat keberadaan akan terguncang. Guncangannya bahkan hebat sekali. Tapi ini bukan alasan untuk berhenti mencintai. Kapan saja cinta seseorang menjadi tidak bersyarat, di sana ia mendekati titik pusat keberadaan. Sekaligus, inilah titik pusat kedamaian.

Penulis: Gede Prama

0 komentar:

Posting Komentar