Senin, 11 Mei 2015

IBRAH





Secara tak sengaja, sahaya tertidur di sela-sela tumpukan buku. Mungkin karena lelah,  akibat mendaras halaman-halamannya yang memang cukup berat dicerna oleh pikiran. Setelah terbangun, beberapa ekor nyamuk bertengger dilantai, tak kuasa lagi terbang akibat kekenyangan menghisap darah. Matilah satu ekor, sebab sahaya menepuknya, tiba-tiba muncul rasa bersalah sekaligus rasa puas atas balas dendam yang tunai. Namun Guru Han, yang ikut tertidur punya perspektif lain, tuturnya pun melantun: “ Biarkanlah nyamuk itu pergi dalam kekenyangan, biarpun dikau peras tubuhnya, untuk mengembalikan darahmu, tak mungkinlah terwujud, biarlah cecak atau binatang lain yang memakannya dalam keadaan segar bugar. Dengan begitu, darahmu yang tak cukup setetes itu telah menghidupkan mata rantai kehidupan sesama makhluk.Dan, syukurilah, sebab nyamuk masih menghisapmu, itu pertanda kehidupan, sebab kalau nyamuk saja sudah emoh menggigitmu berarti kematian telah menyata. Bukankah nyamuk hanya menghisap darah orang yang hidup? “

0 komentar:

Posting Komentar