Masih segar dalam ingatan, kami belum pikun.
Setelah kau robohkan raga kami, yang menjadi penanda bingkai jiwa.
Kami sebenarnya menjerit, hati kami
sumpek-marah, pikiran kami jadi liar berantakan. Tapi kami maafkan untuk tujuan
yang lebih besar, bahkan kami pun sudah menyatakan bahwa kami adalah daki bagi
engkau yang mengutamakan penertiban untuk keindahan, agar ragamu kelihatan
memesona.
Karena, raga kami yang dekil itu tidak lebih
dari daki yang melengket pada ragamu, ketika kau bersihkan dengan cara yang
amat primitif, dengan merobohkan, kami pun masih terima, dengan cara berdamai
dengan diri agar kelihatan lebih beradab.
Kini kau datang kembali, meminta dengan penuh
bujuk rayu, agar raga itu kami bangun kembali. Tapi kunyatakan tidak. Karena
engkau hanya butuh raga kami untuk melengkapi ragamu yang ingin kau
pertontonkan, agar memesona para penilai-juri
untuk sebuah kompetisi.
Sekali lagi kami nyatakan tidak, kami hadir
bukan untuk kompetisi, kami hadir untuk membangun jiwa. Raga kami hanya untuk
membingkai jiwa kami. Biarlah kami bicara atas nama diri kami sendiri, sebagai
komunitas merdeka, termasuk merdeka untuk menyatakan tidak atas bujuk rayumu
itu.
Kami hanya berharap pada engkau yang punya
kuasa, belajarlah pada keledai yang tidak mau jatuh dua kali pada lobang yang
sama. Karena kalau engkau terjatuh pada lobang yang sama, itu berarti engkau
tidak lebih baik dari keledai.
0 komentar:
Posting Komentar