Kamis, 03 Januari 2013

PADI




Aku berjalan di pematang sawah, memandangi padi yang lagi menguning. Lalu ada yang aneh dalam pikiran, ada gelisah dalam hati.

Maka diri pun bertanya; “ mengapa padi yang sudah layak panen ini belum juga merunduk? Apakah padi ini tidak punya isi? “

Bukankah para bijak terdahulu mewariskan kepada kita, tentang sebuah sabda bahwa; “ padi makin berisi makin merunduk? “

Barulah aku sadar, bahwa padi-padi kini tidaklah perlu merunduk, walau sudah punya isi, sebab campur tangan manusia memungkinkan padi menguning, dengan batang yang pendek, sudah berisi dn tetap tegak. 

Maka jangan pernah lagi mengharap padi saat ini, makin berisi makin merunduk.

Akan halnya padi terdahulu, dengan batang yang lebih tinggi, bulir-bulir yang begitu padat isinya, mengharuskan ia merunduk. Karena memang demikianlah takdirnya. Maka petani pun memperlakukan ia dengan santun.
Saat panen tiba, ia dengan ramah di katto satu persatu, diiringi dengan tembang-tembang cinta dan kehidupan. Memang amat lambat panen itu, karena didalamnya ada sopan santun, ada saling cinta, antara padi dan petani.
Cobalah lihat padi dalam kekinian, karena tidak pernah merunduk lagi, berdiri tegak dengan congkak, seakan bertolak pinggang menantang, maka tidak butuh cinta dan sopan santun, petani pun lebih memaknainya  sebagai pekerjaan semata. Karenanya, langsung saja di kattere secara massal.

0 komentar:

Posting Komentar