Kamis, 03 Januari 2013

PUASA




Ketika tali pusar diputus saat kelahiran, maka kita pun harus hidup dan melanjutkan kehidupan dalam topangan di kisaran pusar.

Selaku makhluk ragawi, kita melata di dunia bertolak pada pertimbangan pada apa yang di atas pusar, perut dan di bawah pusar, birahi.

Pola tingkah, sikap, ulah, putusan pun diambil atas dorongan-dorongan perut dan birahi. Korupsi, bentuk konkrit dari pemenuhan perut. Seligkuh-zina, bentuk nyata dari hasrat birahi.

Datanglah ramadhan, dengan senjata pamungkas puasanya, untuk jedah sejenak agar perut dan birahi dikendalikan.

Puasa mengingatkan kembali akan perjanjian purba dengan Ilahi, sebagai makhluk citra Ilahi karena ada Ruh Ilahi dalam diri. Yang ditiupkan saat masih dalam rahim, sebagai pengendali sari pati tanah, yang dipasok lewat ketuban.

Puasa mengajak, agar bertindak bukan atas dasar kisaran pusar. Tetapi pada dada, tempat mukimnya hati-nurani dan kepala tempat bertenggernya akal-pikiran.

Dengan hati-nuranilah kita mewujud menjadi manusia citra Ilahi. Dengan akal-pikiran kita berbeda dengan makhluk lain.

Sebelas bulan kita hidup layaknya makhluk lain, dengan perut dan birahi menata hidup dan kehidupan, satu bulan disediakan untuk melayak jadi manusia. Meski manusia sejati, sebelas bulan tambah satu bulan, menjadi dua belas bulan sama saja, sebab ia telah menggunaan hati-nuraninya dan akal-pikirannya melata di atas bumi.

0 komentar:

Posting Komentar