Kamis, 03 Januari 2013

PENDEKAR




Aku berasal dari negeri yang hilang. Yang telah begitu banyak membuang anak-anaknya. Anak-anak terbuang, tumbuh dalam asuhan ibu negeri yang lain. Hingga suatu waktu, ada anak negeri yang sudah jadi 

Pendekar, datang kembali ingin mengubah derajat, harkat, dan martabat negerinya.

Tetapi, karena ia tumbuh dalam asuhan ibu negeri yang lain, maka ia pun hanya tau raga negerinya, dari berbagai literatur. Dan, ia pun membangunnya. Kelihatan memang megah, karena polesannya. Raga negeri itu pun kini mulai bersaing citra dengan negeri-negeri lain.

Akan halnya aku, yang juga anak terbuang, tidak terlalu mengenal raganya, karena ibu negeri memahamkan jiwanya negeri ini padaku lewat tutur.

Akupun datang ke negeri ini, mencoba menemu-kenali kembali, apa yang pernah dipahamkan oleh ibu, tapi bukan sebagai Pendekar, melainkan hanya seorang anak negeri, yang masih mencintai negerinya.

Dan ternyata memang, negeri ini yang tersisa hanya raganya. Anak-anak negeri lebih sibuk bersolek, berdandan, bertingkah, berhias diri dengan alat-alat kecantikan dari negeri lain. Mereka bertutur, berdebat, berdiskusi tentang pernak-pernik kehidupan ragawi.

Tragis memang, sebuah negeri yang begitu besar jiwanya, kini tinggal raganya. Sehingga, anak-anak negeri tidak bisa dikenali lagi, karena mereka memang tidak berbeda dengan anak-anak dari negeri yang lain. Lalu apa yang bisa dibanggakan dari sepetak negeri yang tidak punya jiwa?

Anak-anak negeri hanya akan selalu memamah dari negeri lain. Menjadi santapan dan budak negeri lain. Maka janganlah heran, jikalau negeri ini dimasa depan hanya akan menjadi negerinya para budak. Budak ragawi.

Pendekar negeriku, aku baru mampu mengais-ngais, sekaligus memulung reruntuhan jiwa negeri kita. Saatnya literatur dikonfirmasi ke tutur, dari para penutur negeri. Negeri kita amat kaya dengan tutur-tutur tentang jiwa negeri ini.

Alangkah eloknya , jikalau jiwa negeri ini dibungkus dengan raga, agar jiwa terpatri dalam raga, dan raga menjadi cermin jiwa.

Melihat jatidirimu begitu besar, ditanganmulah aku berharap, wahai Pendekar negeriku.

0 komentar:

Posting Komentar